Rabu 14 Sep 2022 21:35 WIB

Pengadilan Thailand akan Berikan Putusan Masa Jabatan PM Prayuth Chan-ocha

Pada 30 September, MK Thailand akan beri putusan perihal masa jabatan perdana menteri

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
 Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha
Foto: AP/Petros Giannakouris
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK - Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu (13/9/2022) menetapkan 30 September sebagai tanggal untuk memberikan putusan atas masa jabatan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha. Keputusan ini menyusul pada kasus penetapan batas waktu jabatan perdana menteri yang mencapai delapan tahun.

Prayuth kini tidak aktif sebagai perdana menteri untuk sementara. Pengadilan mempertimbangkan kasus yang diajukan oleh oposisi terhadapnya. Wakil Perdana Menteri, Prawit Wongsuwan, menjabat sebagai perdana menteri sementara.

Pada 24 Agustus, Mahkamah Konstitusi menangguhkan Jenderal Prayuth dari jabatan posisi kepemimpinan sebagai perdana menteri Thailand. Hal ini terjadi ketika pengadilan menerima petisi dari oposisi, Partai Pheu Thai. Menurut oposisi jabatan Prayuth harus disudahi karena sudah delapan tahun.  

Oposisi dan penentang Jenderal Prayut berpendapat bahwa masa jabatannya harus berakhir pada 24 Agustus sebab ia dilantik sebagai perdana menteri pada 24 Agustus 2014. Itu di bawah konstitusi sementara yang diberlakukan setelah memimpin kudeta pada 22 Mei 2014.

Prayuth (68 tahun) masih aktif di jabatan menteri pertahanannya dan dapat kembali sebagai perdana menteri jika pengadilan memutuskan dia belum mencapai usia delapan tahun memerintah. Prayuth belum memberikan pendapatnya tentang kasus ini dan mengatakan dia akan menghormati keputusan pengadilan.

Pengadilan harus memutuskan apakah delapan tahun harus mencakup waktunya sebagai pemimpin pemerintahan militer. Beberapa pendukungnya berpendapat delapan tahun harus dihitung setelah 2017, ketika konstitusi baru mulai berlaku, atau bahkan dari 2019, ketika pemilihan diadakan.

Prayuth awalnya ditunjuk sebagai perdana menteri oleh legislatif yang dipilih langsung oleh militer. Namun ia dapat tetap menjabat sebagai perdana menteri setelah pemilihan 2019, setelah ia dipilih oleh parlemen.

Kontroversi tersebut merupakan yang terbaru di negara yang mengalami gejolak politik intermiten selama hampir dua dekade, termasuk dua kudeta dan protes kekerasan. Kisruh ini berasal dari oposisi terhadap keterlibatan militer dalam politik dan tuntutan untuk perwakilan yang lebih besar.

Aktivis pro-demokrasi telah berkampanye melawan Prayuth dan pemerintahannya. Mereka memprotes pemilihan 2019 tidak sah meskipun demonstrasi yang dipimpin mahasiswa mereda selama beberapa tahun terakhir dengan pemberlakuan larangan Covid-19 pada pertemuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement