Selasa 13 Sep 2022 20:52 WIB

Presiden Putin Sebut Serangan Kilat Ekonomi ke Rusia Gagal

Uni Eropa sudah menjatuhkan setidaknya enam paket sanksi terhadap Rusia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya telah menghadapi agresi keuangan dan teknologi. Ilustrasi.
Foto: AP/Alexey Kudenko/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya telah menghadapi agresi keuangan dan teknologi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya telah menghadapi agresi keuangan dan teknologi. Kendati demikian, serangan kilat ekonomi terhadap Rusia tidak berhasil.

“Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa Rusia dengan percaya diri mengatasi tekanan eksternal, bisa dikatakan dengan agresi keuangan dan teknologi dari beberapa negara. Taktik blitzkrieg (serangan kilat) ekonomi tidak berhasil, ini sudah jelas bagi semua orang dan bagi mereka," kata Putin, Senin (12/9) dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Putin menjelaskan, merespons penerapan sanksi oleh beberapa negara, Rusia segera menerapkan langkah-langkah perlindungan efektif. “Mekanisme diluncurkan untuk mendukung industri utama, perusahaan, serta usaha kecil dan menengah,” ucapnya.

Menurut Putin, semuanya bertujuan agar warga di negaranya tetap memiliki pekerjaan dan pekerjaan tersedia bagi warga. Pemerintah Rusia juga memberikan bantuan kepada warga yang ditargetkan.

 Putin mengklaim Rusia juga berhasil mengendalikan inflasi. “Kami juga berhasil menstabilkan inflasi dengan cepat. Setelah angka puncak 17,8 persen pada April, turun menjadi 14,1 persen pada 5 September. Ada banyak alasan untuk memperkirakan inflasi mencapai sekitar 12 persen pada akhir tahun," ucapnya.

Uni Eropa sudah menjatuhkan setidaknya enam paket sanksi terhadap Rusia sejak mereka menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu. Sanksi tersebut termasuk pelarangan impor minyak dan batu bara serta ekspor barang-barang mewah. AS menerapkan sanksi serupa. Washington telah melarang impor minyak dan gas dari Rusia. Tak hanya itu, Negeri Paman Sam juga memboikot komoditas laut, minuman beralkohol, dan berlian asal Rusia.

Uni Eropa bersama AS dan Inggris juga mendepak Rusia dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT. Ia merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia.

SWIFT memungkinkan bank untuk memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan serta investasi. Dikeluarkannya Rusia dari SWIFT dianggap sebagai hukuman ekonomi terberat. Karena dengan sanksi itu, Moskow menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dibandingkan sebelumnya.

Sebagai balasan, Rusia menerapkan larangan ekspor terhadap lebih dari 200 produknya. Larangan yang akan diberlakukan hingga akhir tahun tersebut memengaruhi setidaknya 48 negara, termasuk AS dan Uni Eropa. Barang yang tercakup dalam larangan ekspor antara lain peralatan atau perangkat telekomunikasi, produk medis, kendaraan, peralatan listrik, pertanian, serta beberapa produk kehutanan seperti kayu.

Saat ini Rusia juga sedang menangguhkan pasokan gasnya ke Eropa lewat pipa Nord Stream. Hal itu seketika memicu kenaikan harga gas di Benua Biru. Sejumlah negara di sana telah menyerukan warganya menghemat pemakaian gas. Terlebih Eropa akan segera menghadapi musim dingin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement