Selasa 13 Sep 2022 17:05 WIB

Kasasi KM 50 Ditolak MA, Ini Respons Komnas HAM

Komnas HAM sudah menunaikan tugasnya dalam kasus unlawful killing laskar FPI.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Suasana sidang tuntutan terkait dugaan unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum kepada laskar FPI yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Dua terdakwa dugaan unlawful killing Laskar FPI yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) namun vonis hakim selanjutnya melepas kedua terdakwa. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Suasana sidang tuntutan terkait dugaan unlawful killing atau pembunuhan di luar proses hukum kepada laskar FPI yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Dua terdakwa dugaan unlawful killing Laskar FPI yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) namun vonis hakim selanjutnya melepas kedua terdakwa. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi kasus unlawful killing enam laskar FPI. Beka menyampaikan lembaganya tak mempermasalahkan putusan tersebut. 

"Komnas HAM menghormati keputusan MA yang ada," kata Beka kepada Republika, Selasa (13/9/2022). 

Baca Juga

Beka mengatakan, Komnas HAM sudah menunaikan tugasnya dalam kasus unlawful killing. Komnas HAM telah merampungkan penyelidikan atas kasus itu sekaligus mengungkapkannya dalam persidangan. Sehingga, putusan yang muncul di pengadilan bukan lagi menjadi domain Komnas HAM. 

"Terkait hasil pemantauan dan penyelidikan kasus unlawful killing, Komnas HAM sudah menyampaikan pokok-pokok pemantauan, temuan dan rekomendasi yang ada pada saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujar Beka. 

Selain itu, Beka tak sepakat bila putusan ini bisa menjadi acuan aparat menggunakan dalih 'pembelaan darurat' saat menembak terduga pelaku kejahatan. Sebab, ia meyakini aparat tetap harus berpedoman pada aturan yang ada dalam bertindak. 

"Saya kira putusan kasasi ini tidak bisa menjadi acuan aparat dalam bertugas. Aparat harus tetap mengacu pada undang-undang yang ada termasuk peraturan kapolri no 8/2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tugas sehari-hari Kepolisian Republik Indonesia," ucap Beka.

Dalam kasus unlawful killing terhadap enam anggota Laskar FPI pada 2020, dua terdakwa, anggota Resmob Polda Metro Jaya, dituntut 6 tahun penjara. JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan. 

Namun, dalam putusan PN Jaksel, Jumat (18/3/2022), majelis hakim menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella melakukan pembunuhan tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri.

Sehingga, menurut hakim PN Jaksel, dua anggota Polda Metro Jaya tersebut tak bisa dijatuhi hukuman pidana. Atas putusan tersebut, hakim memerintahkan dua terdakwa itu dibebaskan. Putusan bebas itu kini diperkuat oleh penolakan kasasi JPU oleh MA. 

 

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement