Senin 12 Sep 2022 15:36 WIB

Bjorka dan Sistem Keamanan Siber Negara yang Dinilai Masih Amatiran

Kebocoran data diperparah dengan sikap pemerintah yang saling lempar tanggung jawab.

Seorang karyawan memeriksa kebocoran data di beberapa situs internet melalui situs web www.periksadata.com di Jakarta, Senin (5/9/2022). Kominfo berkolaborasi dengan operator selular dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk melakukan investigasi terkait dugaan kebocoran 1,3 miliar data kartu SIM telepon Indonesia melalui internet. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Seorang karyawan memeriksa kebocoran data di beberapa situs internet melalui situs web www.periksadata.com di Jakarta, Senin (5/9/2022). Kominfo berkolaborasi dengan operator selular dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk melakukan investigasi terkait dugaan kebocoran 1,3 miliar data kartu SIM telepon Indonesia melalui internet. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Amri Amrullah, Febrianto Adi Saputro, Dessy Suciati Saputri

 

Baca Juga

Peretas atau hacker dengan nama maya Bjorka, belakangan menjadi pusat perhatian di media sosial menyusul aksi-aksinya membocorkan data pribadi mulai dari data registrasi SIM Card hingga data pejabat negara. Data berupa surat dan dokumen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Badan Intelijen Negara (BIN) pun dijebol oleh Bjorka.

"Transaksi surat dan dokumen untuk Presiden Indonesia 679 ribu dibocorkan ke deep web oleh aktor jahat Bjorka," tulis @Darktracer di Twitter akhir pekan lalu. 

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai, kebocoran data yang terjadi di Indonesia sudah dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Terbukti dari bocornya 1,3 miliar data registrasi kartu SIM (Subscriber Identity Module) masyarakat Indonesia diunggah dalam forum situs breached.to oleh peretas atau hacker bernama Bjorka.

"Ini bukan hanya darurat, tetapi menurut saya yang terburuk di Asia. Bahkan bisa jadi di dunia," ujar Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (10/9/2022).

Kasus kebocoran data tersebut semakin diperparah dengan sikap pemerintah yang seakan saling lempar tanggung jawab. Padahal, kasus tersebut bukan yang pertama kali menimpa masyarakat Indonesia.

"Ini menjadi wajar kalau sebagian warga marah dan saya rasa kita semua di sini geram. Karena ini bukan kebocoran (data) yang pertama, tahun ini saja ada tujuh kebocoran," ujar Damar.

Sepanjang 2022, Indonesia sudah mengalami setidaknya tujuh kasus kebocoran data berskala besar. Pertama adalah kasus kebocoran data dan dokumen milik Bank Indonesia pada Januari 2022.

Kedua adalah kasus kebocoran data pasien di banyak rumah sakit di Indonesia. Data yang bocor berupa identitas, tempat dirawat, hasil tes Covid-19, hingga hasil pemindaian X-Ray.

Selanjutnya adalah data data para pelamar kerja di PT Pertamina Training and Consulting (PTC). Keempat adalah data dari 21 ribu perusahaan di Indonesia, yang terdiri dari laporan keuangan, surat pemberitahuan tahunan (SPT), hingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kasus kelima adalah dijualnya data milik 17 juta pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) di situs breached.to. Selanjutnya adalah bocornya data riwayat penjelajahan milik 26,7 juta data pengguna IndiHome.

Terakhir adalah peretas bernama Bjorka yang mengeklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM. Di dalamnya terdapat Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia layanan, dan tanggal pendaftaran.

"Yang tanggung jawab itu harusnya Kemenkominfo, operator, dan Dukcapil, tetapi saya melihat ada lempar tanggung jawab dari mereka. Jadi saya kira kemarahan publik ini wajar karena memang tidak ada yang betul-betul serius menanganinya," ujar Damar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement