DPR: Kemenag Perlu Buat SOP untuk Pesantren

Meski pesantren lembaga otonom, namun negara wajib hadir guna melindungi warganya

Senin , 12 Sep 2022, 01:53 WIB
 -Anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis meminta Kementerian Agama (Kemenag) membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merinci berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di lingkungan pesantren termasuk juga asrama.  Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.
Foto: Andolu Agency
-Anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis meminta Kementerian Agama (Kemenag) membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merinci berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di lingkungan pesantren termasuk juga asrama. Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis meminta Kementerian Agama (Kemenag) membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merinci berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di lingkungan pesantren termasuk juga asrama. Menurutnya, SOP ini perlu diterapkan di seluruh pesantren supaya kejadian serupa yang sekarang ini mencuat tidak terulang kembali.

"Masalahnya justru di Kemenag, karena tidak membuat SOP, misalnya bagaimana pelayanan di pesantren, bagaimana kontrolnya, apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh kepala asrama dan santri-santri seniornya," tutur anggota DPR dari Fraksi PKS, kepada Republika.co.id, Ahad (11/9/2022).

Baca Juga

Iskan melanjutkan, beberapa hal yang perlu diatur di dalam SOP itu di antaranya meliputi kapasitas asrama yang tidak boleh terlalu padat, ketersediaan fasilitas olah raga, larangan santri keluar-masuk rumah kiai agar tidak terjadi fitnah, dan batasan hubungan antara pembimbing maupun guru dengan santrinya.

"Misalnya, asrama tidak boleh terlalu padat, yang membuat mereka tidak bisa tidur, stres atau bisa menimbulkan perilaku menyimpang. Jadi harus ada fasilitas yang membuat mereka nyaman seperti fasilitas olah raga dan lainnya. Itu semua supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.

Iskan juga menekankan, Kemenag harus melakukan langkah-langkah yang sifatnya antisipatif. "Jangan sampai seperti pemadam kebakaran. Begitu ada kejadian, baru ada tindakan, tetapi tidak ada antisipasi. Maka harus dibuat sistem melalui SOP tadi sebagai bentuk supervisi kepada pesantren," ucapnya.

Menurut Iskan, pesantren memang merupakan lembaga otonomi sehingga dapat membuat aturan khusus di lingkungannya. Namun, dia mengatakan, negara tetap harus hadir terutama dalam membuat perlindungan supaya terhindar dari kejadian yang tidak diinginkan.

"Maka yang terpenting adalah supervisi dalam bentuk SOP dari Kemenag kepada pesantren-pesantren mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh. Ini sebagai sistem pendidikan dan pengawasan kepada anak-anak santri itu," katanya.

Selain itu, Iskan menambahkan, pesantren juga harus mensupervisi santri senior untuk tidak melakukan kekerasan. Dalam melakukan pendisiplinan, hukuman yang mencerdaskan itu harus dibuat. Misalnya hukuman berupa menghafal Alquran, hadits, atau semacamnya.

"Tetapi kalau kekerasan fisik itu tidak boleh. Sudah tidak ada sistem pendidikan memukul. Jangan sampai juga mereka melakukan perpeloncoan. Maka Kemenag juga harus melarang sistem perpeloncoan yang berbasis pada adanya senioritas yang membuat mereka bisa menghukum dengan fisik. Itu yang dilarang.