Jumat 09 Sep 2022 21:50 WIB

Dukung Aturan BPOM Pelabelan BPA dengan Prinsip Kehati-hatian

Produsen wajib melabeli produknya dengan 'Berpotensi Mengandung BPA'.

Ribuan pedagang kecil menggantungkan hidupnya dari berjualan air minum dalam kemasan (AMDK).
Foto: Istimewa
Ribuan pedagang kecil menggantungkan hidupnya dari berjualan air minum dalam kemasan (AMDK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prinsip kehati-hatian mewajibkan untuk melakukan pencegahan atas kemungkinan terjadinya risiko tertentu seperti toksisitas BPA. Pengurus Zero Waste Management Consortium, Amalia S Bendang menyampaikan, risiko yang dimaksud terkait kelompok usia anak-anak dengan dampak depresif, kecemasan, hiperaktif, hingga emosional tidak stabil.

Pada konteks potensi kontaminasi unsur atau senyawa B3 (bahan beracun dan berbahaya) oleh BPA di air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polycarbonates, kata dia, produsen wajib melabeli produknya dengan 'Berpotensi Mengandung BPA'. "Karena dapat mempengaruhi fertilitas, menyebabkan keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas, dan berbagai penyakit metabolisme," kata Amalia dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Studi mutakhir kesehatan air minum rumah tangga yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan, empat dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum dalam kemasan, baik dalam bentuk kemasan galon kemasan botol. Angka tersebut tiga kali lipat lebih besar dibandingkan persentase rumah tangga yang mengandalkan air perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air minumnya sehari-hari.

Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK, Alfred Sitorus mengatakan, produksi galon plastik keras dengan tipe polycarbonates mengandalkan bahan kimia BPA. Menurut dia, bahan kimia BPA memiliki potensi bahaya residu dari proses luluhnya partikel tersebut.

"Berbagai publikasi ilmiah mutakhir menunjukkan berbagai dampak fatal akibat toksisitas BPA pada kelompok dewasa dan usia produktif antara lain dapat mempengaruhi fertilitas, menyebabkan keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas, dan berbagai penyakit metabolik," kata dia.

Mengingat risiko BPA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak lama sudah menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,6 mikrogram per kilogram sebagai syarat edar produk olahan yang menggunakan kemasan plastik polycarbonates. Uji premarket dan postmarket BPOM dalam kurun waktu tahun 2016-2021 menyebutkan level migrasi BPA pada galon polycarbonates yang beredar luas di pasar Indonesia masih dalam batas aman.

"Namun, dari sebuah hasil uji postmarket muktahir pada Januari 2022, BPOM menemukan kecenderungan yang mengkhawatirkan atas level migrasi BPA pada galon polycarbonates yang beredar luas di masyarakat. Peluluhan BPA disebutkan terjadi sejak di sarana produksi dan angka temuan migrasi yang kian besar di jalur distribusi," tegas Alfred.

BPOM pada November 2021 mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang terdiri atas tiga pasal. Antara lain memuat kewajiban produsen AMDK galon polycarbonates untuk memasang label 'Berpotensi Mengandung BPA' terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan; pengecualian berlaku untuk produsen yang menggunakan kemasan non-polycarbonates yang diperbolehkan memasang label 'Bebas BPA'.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement