RUU PDP: Korporasi yang Langgar Perlindungan Data Pribadi Terancam Dibubarkan

Setiap orang dilarang menggunakan data pribadi yang bukan miliknya

Jumat , 09 Sep 2022, 18:09 WIB
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR ke-27 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2022). Rapat paripurna tersebut beragendakan pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021 serta persetujuan perpanjangan waktu pembahasan terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR ke-27 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2022). Rapat paripurna tersebut beragendakan pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2021 serta persetujuan perpanjangan waktu pembahasan terhadap RUU tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR dan pemerintah telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Dalam draf final RUU PDP yang diterima Republika, Pasal 65 menjelaskan larangan dalam penggunaan data pribadi.

Di dalamya terdapat tiga ayat larangan penggunaan data pribadi, yakni setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi; setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya; dan setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya.

Baca Juga

Pihak yang melakukan larangan penggunaan data pribadi juga berlaku kepada korporasi yang mengumpulkan, membocorkan, hingga memalsukan data pribadi orang lain demi keuntungannya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 70 RUU PDP.

"Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 dilakukan oleh korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau korporasi," bunyi Pasal 70 Ayat 1 RUU PDP.

Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanyalah pidana denda. Namun, pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak 10 kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.

Selain itu, korporasi yang melakukan larangan penggunaan data pribadi dapat dijatuhi tujuh pidana tambahan. Salah satunya adalah pembayaran ganti kerugian, pencabutan izin, hingga pembubaran korporasi.

"Selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana; pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi; pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi; melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan; pembayaran ganti kerugian; pencabutan izin; dan/atau pembubaran korporasi.

Sementara itu, ketentuan terkait pidana berada dalam Bab 14. Adapun dalam Pasal 67 Ayat 1 dijelaskan, pihak yang dengan sengaja mengumpulkan data pribadi orang lain untuk keuntungannya dan menyebabkan kerugian bagi pemilik data pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.

Dalam Pasal 67 Ayat 2, jika ada pihak yang dengan sengaja mengungkapkan data pribadi milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4 miliar.

Adapun dalam Pasal 67 Ayat 3 berbunyi, "Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana  denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)."