Kamis 08 Sep 2022 20:27 WIB

Anak dengan Autisme Disarankan tidak Langsung Masuk PAUD

Anak dengan autisme sebaiknya menjalani terapi sebelum masuk PAUD.

Anak dengan autisme sebaiknya menjalani terapi sebelum masuk PAUD.
Foto: www.freepik.com
Anak dengan autisme sebaiknya menjalani terapi sebelum masuk PAUD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak konsultan neurologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Hardiono D Pusponegoro, SpA(K), tak menyarankan anak dengan autisme langsung dimasukkan pendidikan anak usia dini (PAUD) tanpa menjalani terapi terlebih dulu. "Harus terapi dulu. Kalau interaksinya sudah lumayan, komunikasi dan bicaranya ada sedikit-sedikit silahkan masuk PAUD. Tetapi kalau dari awal dijeblosin, biasanya kurang bagus," ujar dia dalam webinar 'Anak Terlambat Bicara, Speech Delay atau Autisme Kupas Tuntas Autisme Pada Anak', Kamis (8/9/2022).

Prof Hardiono mengatakan target penanganan anak dengan autisme diawali dengan dia dapat berbicara kemudian mampu menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Tahapan anak bicara dimulai dengan ekolalia atau meniru apa yang dia dengar.

Baca Juga

"Tahapan dia bicara itu memang dimulai dengan ekolalia atau meniru apa yang dia dengar. Enggak apa-apa memang begitu. Nanti lama-lama ditambah pemahamannya," kata dia.

Menurut Prof Hardiono, agar anak dapat memahami hal-hal dengan baik maka perlu mendapatkan terapi yang dapat mengajarkannya berkomunikasi sekaligus berbicara. Dia menyebut terapi perilaku atau behavioral therapy yang juga dikenal sebagai ABA (applied behaviour analysis) sebagai standar perawatan autisme.

"Enggak bisa speech therapy, enggak bisa sensor integration," tutur dia.

Seperti disiarkan Healthline beberapa waktu lalu, ABA termasuk terapi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial, komunikasi, dan belajar melalui strategi penguatan. Banyak ahli menganggap ABA sebagai pengobatan standar emas untuk orang dengan kondisi gangguan kognitif setelah cedera otak, gangguan makan, kecemasan dan kondisi terkait seperti gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan fobia.

Lebih lanjut terkait autisme, Prof Hardiono menyebutkan gejala gangguan ini antara lain adanya gangguan interaksi dan komunikasi sosial yakni bukan hanya gangguan bicara dan anak sulit memulai dan memelihara interaksi sosial. Selain itu, anak juga menunjukkan perilaku stereotipik atau perilaku itu-itu saja dan melakukannya berulang kali dengan intensitas tidak wajar. Gejalanya ini harus terlihat sejak masa kanak-kanak atau dini dan membatasi dan fungsi sosial sehari-hari.

"Kalau hanya sekali-kali saja (perilaku itu-itu saja) ya enggak apa-apa semua anak begitu," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement