Kamis 08 Sep 2022 00:13 WIB

Begini Perubahan Skema SNMPTN

Skema baru akan berfokus pada pemberian penghargaan tinggi atas pelajaran menyeluruh.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengubah skema Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Foto: istimewa/doc humas
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengubah skema Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengubah skema Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Skema baru akan berfokus pada pemberian penghargaan tinggi atas kesuksesan pembelajaran yang menyeluruh di pendidikan menengah.

"Hal ini dilakukan melalui pemberian bobot minimal 50 persen untuk nilai rata-rata rapor seluruh mata pelajaran," jelas Mendikbudristek, Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-22, Rabu (7/9/2022).

Baca Juga

Dia menerangkan, dengan pemberian bobot yang tinggi diharapkan peserta didik terdorong untuk berprestasi di seluruh mata pelajaran secara holistik. Sedangkan untuk pembobotan sisanya, maksimal 50 persen diambil dari komponen penggali minat dan bakat. Hal itu bertujuan agar peserta didik terdorong untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya secara lebih mendalam.

“Dengan demikian, peserta didik didorong untuk fokus pada keseluruhan pembelajaran serta menggali minat dan bakatnya sejak dini. Nantinya peserta didik diharapkan agar menyadari, semua mata pelajaran adalah penting dan agar mereka membangun prestasinya sesuai minat dan bakat,” jelas Nadiem.

Nadiem menerangkan, skema sebelumnya sangat membatasi calon mahasiswa untuk mendaftar, terutama dalam pemilian program studi. Akibatnya, peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan aspirasi karirnya.

Peserta didik, kata Nadiem, hanya fokus pada mata pelajaran tertentu. Padahal, lanjut dia, peserta didik harus mengeksplorasi banyak mata pelajaran agar mendapatkan pendidikan secara holistik.

"Ini menimbulkan sistem pembelajaran yang terpecah-pecah dan tidak holistik. Padahal di masa depan, mereka membutuhkan kompetensi yang holistik dan multidisipliner," jelas dia.

Di masa depan, Nadiem menerangkan, setiap lulusan harus menguasai beberapa bidang ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan di dunia kerja hanya dengan menguasai satu bidang ilmu saja.

"Misal mereka yang jadi insinyur memang harus memiliki ilmu teknik. Dan itu menjadi ilmu dasar. Tapi mereka juga harus memiliki ilmu disain sebagai penunjang mereka," jelas Nadiem.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement