Selasa 06 Sep 2022 00:15 WIB

Penggunaan Galon Sekali Pakai Tambah Timbunan Sampah Plastik di TPA

Penggunaan galon sekali pakai dinilai malah merugikan masyarakat

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Penggunaan galon sekali pakai pada air minum dalam kemasan (AMDK) akan menambah timbunan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Ilustrasi.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Penggunaan galon sekali pakai pada air minum dalam kemasan (AMDK) akan menambah timbunan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia Asrul Hoesein menyebut penggunaan galon sekali pakai pada air minum dalam kemasan (AMDK) akan menambah timbunan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Faktanya galon sekali pakai juga jatuhnya di TPA. Malah merugikan masyarakat karena yang seharusnya di rumah tangga diisi ulang, malah sekali pakai," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/9/2022).

Baca Juga

Hal itu dikatakannya terkait potensi timbunan sampah plastik akibat penerapan pelabelan Biosphenol-A (BPA) free pada Air Kemasan Galon yang rencananya akan diterapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut Asrul Hoesein ada hal mendasar yang saat ini diabaikan, yakni penerapan Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Undang-undang ini seharusnya diperkuat dengan peraturan pemerintah yang bisa mendorong penerapan Extended Producer Responsibility, sebuah aksi yang merupakan bagian dari tanggung jawab produsen. Terkait potensi timbunan sampah akibat penggunaan galon sekali pakai, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) Rachmat Hidayat menyatakan tingkat konsumsi AMDK galon diperkirakan sebesar 20 miliar liter per tahun.

 

Jika satu galon berisi 20 liter, maka akan ada 1 miliar galon sekali pakai yang terbuang. Jika dikalikan berat kemasan kosong AMDK galon seberat 799 gram, maka akan ada tambahan 70 ribu ton sampah plastik per tahun dari galon sekali pakai.

Oleh karena itu, menurut Rachmat, rencana BPOM untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon, berpotensi menimbulkan efek yang sulit dikendalikan. "Jika rencana peraturan ini diterapkan, nanti akan ada pelabelan bebas kandungan logam berat, pelabelan cemaran kimia, cemaran mikroba, itu kotak pandora. Ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia," katanya.

Untuk itu ia kembali mempertanyakan keputusan BPOM untuk menerbitkan revisi atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang akan mewajibkan label BPA pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement