Selasa 06 Sep 2022 03:26 WIB

Partai Ummat Tolak Keras Kenaikan Harga BBM

Kenaikan harga BBM dinilai menunjukkan Pemerintahan Jokowi gagal mengelola ekonomi.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus raharjo
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menggelar konferensi pers di Yogyakarta, Kamis (29/4). Konferensi pers ini menjelaskan terkait deklarasi Partai Ummat. Dalam partai ini Amien Rais menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Ummat.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menggelar konferensi pers di Yogyakarta, Kamis (29/4). Konferensi pers ini menjelaskan terkait deklarasi Partai Ummat. Dalam partai ini Amien Rais menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Ummat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Partai Ummat menolak keras kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diputuskan pemerintah sejak Sabtu (3/9/2022). Sebab, hal ini sangat memberatkan masyarakat yang sedang berjuang keluar dari krisis pandemi Covid-19.

“Rakyat baru saja keluar dari pandemi, ekonomi rakyat kecil baru beranjak bersemi, langsung dihajar dengan kenaikan harga BBM. Ini jelas bukan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Seharusnya pemerintah lebih berempati pada kesulitan yang sudah berlangsung 2,5 tahun sejak pandemi berlangsung," kata Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi, Senin (5/9/2022).

Baca Juga

Partai Ummat mencatat rincian kenaikan harga BBM sebagai berikut. Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter, solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

Ridho menambahkan kenaikan harga BBM ini menunjukkan pemerintahan Jokowi telah gagal mengelola ekonomi negara. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan memicu kenaikan harga-harga barang lainnya yang akan memberatkan rakyat.

 

“Kenaikan harga BBM ini menimbulkan inflasi yang diperkirakan bisa mencapai 8 persen. Ironisnya, inflasi menyebabkan harga-harga semakin tinggi tetapi penghasilan tetap. Disinilah pangkal masalahnya,” kata Ridho.

Dengan jumlah penghasilan yang sama, kata Ridho, kebutuhan yang bisa dibeli semakin sedikit akibat inflasi. “Di masyarakat bawah, kenaikan harga seribu atau dua ribu rupiah itu akan sangat terasa dan memberatkan," kata dia.

Ridho mempertanyakan kebijakan yang diambil Menkeu Sri Mulyani yang terus-menerus menghajar kemampuan ekonomi rakyat. Rakyat belum bisa paham mengapa di Indonesia harga BBM harus dinaikkan padahal harga minyak dunia sedang turun. Menurutnya, hal ini sama sekali tidak masuk akal.

Ia mengeritik keras pemerintahan Jokowi yang terlihat hanya mau enaknya sendiri dalam mencari sumber pemasukan negara, sementara pada saat yang sama terus-menerus mencekik rakyat yang sudah lama dalam kesulitan.

"Seharusnya, pemerintah lebih kreatif dalam mencari sumber pemasukan APBN. Jangan cuma bisanya menaikkan pajak dan menaikkan harga-harga barang yang jelas sangat memberatkan ekonomi rakyat. Ujung-ujungnya rakyat juga yang menjadi korban," ujar dia.

Diketahui, data harga minyak mentah berjangka pada pengiriman Oktober yaitu West Texas Intermediate (WTI) yang turun menjadi 86,61 dolar Amerika per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara untuk pengiriman November, minyak mentah berjangka Brent juga turun menjadi 92,36 dolar Amerika per barel di London ICE Futures Exchange.

Yang paling dekat yang bisa dijadikan perbandingan adalah negeri tetangga Malaysia yang menurunkan harga minyak. Pada Agustus, Malaysia baru saja menurunkan harga BBM tipe RON97 sebesar 5 sen yang semula berharga 4,35 ringgit menjadi 4,30 ringgit. Pemerintah Malaysia mengatakan penurunan harga ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga minyak global.

Baca juga : Hari Ini Ribuan Demonstran Kepung DPR Tolak Kenaikan BBM

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement