Senin 05 Sep 2022 16:23 WIB

Tuduh Islamofobia, Federasi Mahasiswa Muslim Inggris Ancam Pisahkan Diri

Federasi Mahasiswa Muslim Inggris ancam pisah dari Persatuan Mahasiswa Nasional.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Muslimah Inggris. Tuduh Islamofobia, Federasi Mahasiswa Muslim Inggris Ancam Pisahkan Diri
Foto: thehuffingtonpost
Muslimah Inggris. Tuduh Islamofobia, Federasi Mahasiswa Muslim Inggris Ancam Pisahkan Diri

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Federasi Masyarakat dan Mahasiswa Islam Inggris (Fosis), sebuah badan nasional untuk mahasiswa Muslim di Inggris, telah mengancam akan meluncurkan kampanye disafiliasi terhadap Persatuan Mahasiswa Nasional (NUS) di negara itu. Langkah ini dilakukan setelah NUS menangguhkan presiden terpilihnya, Shaima Dallali.

Awal tahun ini, mahasiswa Yahudi menuduh Dallali antisemitisme dan homofobia atas tweet lama yang dia posting. Dallali kemudian membantah klaim tersebut dan menyambut baik penyelidikan yang dipimpin QC atas masalah tersebut.

Baca Juga

Dilansir dari Middle East Eye, Jumat (2/9/2022), NUS dikritik karena telah menangguhkan presiden terpilih untuk pertama kalinya dalam seratus tahun sejarahnya. Fosis mengatakan akan mendesak anggotanya untuk meluncurkan kampanye disafiliasi di seluruh Inggris terhadap badan nasional tersebut.

Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Jumat malam, Fosis mengatakan NUS memiliki rekam jejak gagal membantu mahasiswa Muslim bertindak dalam posisi terpilih dalam organisasi dan serikat mahasiswa di seluruh negeri.

"Selama bertahun-tahun, Fosis telah menangani kasus-kasus Islamofobia yang meresahkan yang dialami oleh Masyarakat Islam. Baik kepada mahasiswa Muslim yang lebih luas baik di Perguruan Tinggi maupun Pendidikan Lanjutan," kata Fosis dalam sebuah pernyataan.

"Apa yang dialami Shaima adalah perluasan yang jelas dari Islamofobia institusional dalam sektor pendidikan, dan jelas bahwa sikap NUS terhadap Shaima adalah manifestasi dari penindasan ini," tambahnya.

Setelah pemilihannya, Dallali, seorang wanita Muslim kulit hitam keturunan Tunisia, mengatakan kepada Guardian bahwa dia mengkhawatirkan keselamatannya setelah menerima banyak pelecehan dan ancaman online. Sebelum dia terpilih sebagai presiden NUS, Dallali menjabat sebagai presiden di City University di London.

Dallali kemudian terpilih sebagai presiden NUS pada konferensi nasional terakhir badan tersebut, yang dihadiri ratusan delegasi dari seluruh Inggris untuk memilihnya. Dia akan memulai peran barunya pada Juli, dan bertugas di posisi itu untuk masa jabatan dua tahun.

Pada Mei, setelah pemilihan Dallali, menteri pendidikan pemerintah Inggris mengatakan akan memutuskan hubungan dengan NUS atas klaim antisemitisme dan menggantinya dengan perwakilan siswa "alternatif".

Seorang juru bicara NUS menolak mengomentari klaim Dallali telah diskors dari organisasi tersebut. "Kami tidak dapat berkomentar saat ini karena kami berada di tengah penyelidikan independen yang dipimpin QC atas tuduhan antisemitisme. Tetapi seperti yang telah kami katakan sebelumnya, kami siap untuk mengambil setiap dan semua tindakan yang direkomendasikan oleh penyelidikan Rebecca Tuck," kata Jubir NUS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement