Ahad 04 Sep 2022 05:32 WIB

Mie Gacoan: Sudah Viral, Ternyata Belum Sertifikasi Halal

Apakah makanan halal jika diberi nama “setan”, menjadi haram?

Gerai Mi Gacoan (ilustrasi)
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Gerai Mi Gacoan (ilustrasi)

Oleh : Qommarria Rostanti, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID  Bagi pencinta kuliner, nama Mie Gacoan tidaklah asing. Mie Gacoan menjual hidangan mi dengan berbagai level level kepedasan.

Anak perusahaan dari PT Pesta Pora Abadi ini telah berdiri sejak awal  2016 di Malang, Jawa Timur. Namun namanya baru viral dua tahun belakangan berkat ekspansi besar-besaran di beberapa kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, dan Bali.

Melansir dari situs web miegacoan.com, gerai Mie Gacoan melayani puluhan ribu pelanggan setiap bulannya. Mereka mengusung konsep bersantap modern dengan harga yang affordable. Hal itu terbukti adanya. Mie Gacoan memiliki gerai yang nyaman, luas, enak untuk bersantap sekaligus nongkrong, khas resto kekinian yang saat ini menjamur. Ditambah lagi harga produk yang ditawarkan relatif terjangkau.

Menu utama Mie Gacoan yaitu mi pedas level bisa dibeli dengan harga Rp 18 ribuan saja (jika memesan lewat ojek daring). Bahkan pada Jumat (2/9/2022), sedang ada promo di layanan Go Food sehingga harganya semakin murah yaitu Rp 12 ribu. Apabila konsumen membeli langsung di gerainya, sudah pasti harganya lebih murah lagi. Selain mi, Mie Gacoan menjual aneka macam hidangan pendamping yang juga menjadi incaran pembeli seperti udang rambutan, udang keju, dan siomai.

Dengan harga yang murah dan rasa yang tidak mengecewakan, wajar saja Mie Gacoan menjadi viral. Promosi yang masif di media sosial membuat masyarakat penasaran mencobanya. Apalagi ditambah banyaknya food blogger yang memberikan ulasan positif, membuat publik semakin ingin menjajalnya. Gerai-gerai Mie Gacoan pun penuh pelanggan. Saking membludaknya pesanan, layanan pemesanan lewat ojek daring pun sering ditutup sementara.

Sayangnya, di tengah keviralannya, Mie Gacoan ternyata belum melakukan sertifikasi halal. Dikutip dari laman Kemenag.go.id, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produl Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham memastikan Mie Gacoan belum mengajukan sertifikasi halal.

"Berdasarkan data SIHALAL, sampai hari ini belum ada pengajuan sertifikasi halal produk Mie Gacoan. Kalau belum mendaftarkan diri, bagaimana kami akan menerbitkan sertifikat halal?" ujar Aqil, Senin (29/8/2022).

Saat ini, sesuai regulasi, pengajuan sertifikasi halal dilakukan satu pintu melalui Sistem Informasi Halal (SIHALAL) yang dikelola BPJPH. Tidak ada pembatasan dalam pengajuan sertifikasi halal.

Menurut dia, BPJH terbuka terhadap semua pelaku usaha yang mau mendaftar mendapatkan sertifikasi halal, terutama yang terkena wajib bersertifikat halal. Mengenai nama usaha dan produk yang menjadi kontroversi, BPJH menyatakan akan mengedukasi pelaku usaha yang ingin mengajukan sertifikasi halal.

Sebelumnya, akun Instagram Halal Corner mengungkapkan alasan mengapa Mie Gacoan tidak bisa disertfikasi halal, yaitu karena nama-nama menu Mie Gacoan yang mengandung unsur “kesetanan”. Untuk menu utama diberi nama Mie Setan dan Mie Iblis. Mie Setan diberikan kepada produk mi yang menawarkan cita rasa gurih-pedas. Sementara Mie Iblis lebih condong ke rasa manis-pedas.

Menu minuman pun memiliki unsur serupa, yakni Es Genderuwo (berisi buah, jelly, dan cincau), Es Pocong (es rasa tropical segar), Es Sundelbolong (es susu mocca), dan Es Tuyul (es isi buah, jelly, dan cincau).

Sangat sulit bagi Mie Gacoan mendapatkan sertifikasi halal jika mereka tidak mengubah nama-nama produknya. Aturan ini jelas tertuang dalam Surat Keputusan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI tentang Keputusan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk. Dalam satu poin disebutkan: “Nama produk yang tidak dapat disertifikasi, di antaranya produk yang mengandung nama setan seperti rawon setan, es pocong, mi ayam kuntilanak.”

Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah: “Apakah makanan halal menjadi haram jika tidak memiliki sertifikasi halal?”. Produk makanan yang belum memiliki sertifikasi tidak lantas menjadi haram, melainkan syubhat. Syubhat adalah keragu-raguan atau kekurangjelasan tentang sesuatu (apakah halal atau haram dan sebagainya) karena kurang jelas status hukumnya; tidak terang (jelas) antara halal dan haram; atau antara benar dan salah.  Karena hukumnya yang tidak jelas dan samar-samar, maka Islam  menganjurkan untuk meninggalkan perkara syubhat. Tujuannya, untuk mencegah terjerumus pada sesuatu yang haram.

Minta maaf

Kontroversi ini ditanggapi positif oleh pihak Mie Gacoan. Pihak Mie Gacoan mengakui belum mengantongi sertifikasi halal. Namun, manajemen menjelaskan bahwa 100 persen bahan baku Mie Gacoan berasal dari bahan baku yang sudah terverifikasi halal.

“Seluruh proses produksi kami hanya menggunakan fasilitas yang bebas dari kontaminasi najis, babi, dan turunannya,” dikutip dari akun Instagram @mie.gacoan.

Mie Gacoan saat ini sedang dalam tahap persiapan sertifikasi halal, tepatnya dalam tahap pemenuhan 11 kriteria halal. Pihak manajemen juga menegaskan, nama brand Gacoan lebih mengarah pada makna “jagoan” dalam bahasa Jawa, bukan “taruhan”.

Pihak Mie Gacoan juga meminta maaf atas adanya polemik ini: “Kami mohon maaf atas keresahan yang Gacoanku (sebutan untuk pelanggan Mie Gacoan) rasakan belakangan ini. Tidak ada niat sama sekali dari kami untuk menghilangkan kepercayaan dan keyakinan dari konsumen yang selama ini sudah setia menyantap bersama rekan dan keluarga di Mie Gacoan”. 

Mie Gacoan lantas meminta doa dan dukungan dari konsumen agar proses sertifikasi halal berjalan lancar. Dukungan terhadap Mie Gacoan yang ingin memproses sertifikasi halal mendapat dukungan dari warganet. Seperti yang dituliskan akun @melviwahyu********: “Alhamdulillah, Gacoan sangat pro dengan perubahan ke arah yang lebih baik.” Ada juga akun @dian*********: “Keren Min, semoga lancar proses sertfikasi halalnya. Semoga nama-nama menunya nanti mengandung nama-nama yang baik supaya Muslim gak ragu akan keberkahan makanannya juga.”

Sertifikasi halal tidak hanya bermanfaat bagi konsumen tapi juga produsen. Bagi produsen, sertifikasi halal memiliki segudang keuntungan, di antaranya memberikan jaminan kualitas produk dan menambah kepercayaan konsumen. Pada akhirnya, sertifikasi halal dapat menjadi daya tarik dan mendatangkan “keuntungan” bagi produsen karena konsumen merasa nyaman dan aman mengonsumsi produknya.

Lantas, bagaimana nasib sertifikasi halal bagi usaha mikro kecil (UMK) ? Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama melalui BPJH menyediakan kuota program sertifikasi halal gratis bagi UMK. Para pelaku usaha bisa mendapatkan sertifikat halal gratis yang biayanya ditanggung oleh pemerintah. BPJH menargetkan 10 juta produk memiliki sertifikat halal setiap tahunnya, bukan hanya produk makanan saja tapi juga minuman, obat, kosmetik, dan barang yang digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari.

Dalam sambutannya di Kongres Halal Indonesia (KHI) pada Juni 2022, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, pada awalnya, masalah sertifikasi halal bertujuan untuk melindungi umat Islam supaya tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak halal. Namun sekarang, sertifikasi halal bukan hanya soal perlindungan, melainkan juga dalam rangka memperkuat ekonomi nasional agar produk-produk halal Indonesia bisa diekspor ke berbagai negara di dunia, utamanya ke negara-negara anggota Ogranisasi Kerjasama Islam (OKI). Pada akhirnya, makanan halal bukan sebatas bentuk ketakwaan Muslim kepada Allah SWT, tetapi juga sudah meluas menjadi bagian dari gaya hidup.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement