Sabtu 03 Sep 2022 03:43 WIB

Menko Airlangga Jelaskan Soal Energi Biru

Indonesia berupaya mempercepat transisi menuju net zero emission dengan adil

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Gita Amanda
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dunia saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan global yang bersifat multidimensi. (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dunia saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan global yang bersifat multidimensi. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dunia saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan global yang bersifat multidimensi. Salah satunya menyasar sektor energi.

Maka guna merespons potensi krisis energi yang terjadi, kata dia, pemerintah berkomitmen melakukan mekanisme transisi energi sebagai wujud strategi dalam mendorong peningkatan infrastruktur energi di Indonesia. Sekaligus mempercepat transisi menuju net zero emission dengan adil dan terjangkau.

Baca Juga

Implementasi dari transisi energi tersebut perlu didukung ketersediaan pembiayaan yang memadai. Dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan tersebut, pemerintah telah melaksanakan kemitraan dengan berbagai pihak baik lokal maupun global untuk memelopori desain, implementasi, dan prinsip-prinsip solusi keuangan yang inovatif dan terpadu.

“Kemitraan dilakukan untuk membuka investasi menuju Tri Hita Karana yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB. Kita harus memprioritaskan transisi energi yang memastikan baik manfaat maupun biaya terdistribusi secara adil,” ujar Airlangga saat menyampaikan closing remarks secara daring dalam kegiatan Tri Hita Karana Climate Road to G20 Dialogue dengan tema Making History for Climate Action: Unlocking Finance for the Energy Transition and Oceans, seperti dilansir keterangan resmi, Jumat (2/9/2022).

Selain transisi energi, pemerintah juga berkomitmen agar dapat menjaga kelestarian laut sebagai ekosistem terbesar di bumi serta tempat bergantungnya berbagai industri besar seperti perkapalan, perikanan, budidaya, hingga pariwisata pesisir guna mengurangi dampak perubahan iklim melalui kebijakan ekonomi biru. Ekonomi biru merupakan kebijakan pemanfaatan sumber daya laut yang berwawasan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan mata pencaharian sekaligus pelestarian ekosistem laut.

Lewat perkiraan nilai ekonomi tahunan sebesar 2,5 triliun dolar AS, ekonomi biru secara progresif mampu menarik investor, perusahaan asuransi, bank, dan pembuat kebijakan sebagai sumber pendanaan baru. Di samping itu, pemerintah juga berupaya mengembangkan praktik kelautan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal melalui peningkatan Blue Carbon dan pelaksanaan Blue Halo-S.

Sebagai negara yang menyimpan 17 persen dari cadangan Blue Carbon dunia, Indonesia berupaya menjaga penyerapan dan penyimpanan Blue Carbon yang secara jangka panjang mampu membantu dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, konsep Blue Halo-S juga dilaksanan guna memberikan konsesi pada perusahaan atau kelompok usaha untuk menangkap ikan secara komersial di perairan sekitar kawasan konservasi.

Airlangga juga menjelaskan, melalui kepemimpinan dalam Presidensi G20, Indonesia telah turut mengambil peran untuk dapat mempercepat transisi ke sistem energi terbarukan dan memastikan lautan serta pengunaan lahan dapat dilakukan dengan bertanggung jawab. Ia menekankan, masih terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk dapat menjaga sustainability laut sehingga diperlukan partisipasi dari sektor swasta dan skema pembiayaan yang memadai seperti blended financing.

“Saat ini terdapat tantangan terkait bagaimana memperluas keberlanjutan laut agar lebih luas. Ini akan membutuhkan partisipasi sektor swasta dan di sinilah blended financing dapat menjadi kunci untuk mencapai tujuan melalui pendekatan inovatif seperti konsep Blue Halo-S,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement