Jumat 02 Sep 2022 15:35 WIB

Pakar: Banyak Masyarakat Lakukan Vandalisme Digital di Media Sosial

Vandalisme digital yang paling banyak dilakukan adalah ujaran kebencian

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nur Aini
Beragam media sosial (ilustrasi) Pakar komunikasi digital Universitas Airlangga (Unair) Rachmah Ida menyayangkan masih banyaknya masyarakat menyalahgunakan media sosial dengan melakukan vandalisme digital.
Foto: Alexander Shatov Unsplash
Beragam media sosial (ilustrasi) Pakar komunikasi digital Universitas Airlangga (Unair) Rachmah Ida menyayangkan masih banyaknya masyarakat menyalahgunakan media sosial dengan melakukan vandalisme digital.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar komunikasi digital Universitas Airlangga (Unair) Rachmah Ida menyayangkan masih banyaknya masyarakat menyalahgunakan media sosial dengan melakukan vandalisme digital. Vandalisme digital, kata Rachmah memiliki beberapa bentuk seperti ujaran kebencian, kekerasan secara verbal melalui teks, pelabelan, hingga scam.

Rachmah melanjutkan, tindakan vandalisme digital yang paling banyak dilakukan adalah ujaran kebencian. Di mana sering kali sebagian masyarakat memberikan julukan tersendiri bagi seseorang yang menjadi target kebencian. Guru Besar Ilmu Komunikasi Unair itu pun mengingatkan, pelabelan merupakan pelanggaran dari budaya komunikasi.

Baca Juga

“Pelabelan atau memberikan julukan itu tidak boleh. Itu merupakan bentuk dari diskriminasi. Masyarakat sekarang ini sering kali menjadi polisi, hakim, yang lebih kejam dari lembaga hukum,” kata Rachmah, Jumat (2/9/2022).

Rachmah mengingatkan, vandalisme digital dapat berpengaruh pada psikologis orang yang dilabeli masyarakat tersebut. Vandalisme digital, kata Rachmah, dapat menimbulkan trauma panjang bagi korban pelabelan. Bahkan dapat menyebabkan anxiety attack (rasa cemas berlebih) yang sulit disembuhkan sendiri.

“Hal itu tidak dipikirkan oleh masyarakat. Jika julukan-julukan kepada orang yang bersangkutan itu dianggap biasa secara social education itu tidak baik. Jika terus-menerus viral dan netizen terus melakukan itu, itu tidak baik,” ujarnya.

Rachmah menyebutkan, masyarakat perlu mendapatkan literasi terkait dengan sehat bermedia sosial. Hal itu bertujuan untuk menghindari malfungsi dari media sosial, sehingga media sosial nantinya lebih banyak digunakan untuk membangun networking daripada melempar ujaran kebencian.

“Perlu ada pemasyarakatan UU ITE juga dari pemerintah. Sehat bermedia sosial seperti bagaimana kita menggunakan medsos secara positif, menghindari cancel culture,” kata Rachmah.

Rachmah berpesan, sebagai pengguna media sosial masyarakat perlu memilih dan memilah konten. Ia juga mengingatkan untuk membuang jauh informasi yang menjadikan pengguna tidak sehat bermedia sosial.

“Bijak bermedia sosial itu penting. Apalagi bagi generasi muda. Pengguna sehat tidak ikut-ikutan membagi informasi yang tidak valid,” kata Rachmah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement