Kamis 01 Sep 2022 12:31 WIB

Kesimpulan Komnas HAM: Pembunuhan Brigadir J adalah Extra Judicial Killing

Komnas HAM tidak menemukan adanya fakta penyiksaan terhadap Brigadir J.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyampaikan keterangan pers di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022). Komnas HAM perdana memeriksa Irjen Ferdy Sambo setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) yang dalam keterangannya mengaku sebagai aktor utama tewasnya Brigadir J.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyampaikan keterangan pers di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022). Komnas HAM perdana memeriksa Irjen Ferdy Sambo setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) yang dalam keterangannya mengaku sebagai aktor utama tewasnya Brigadir J.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merampungkan hasil penyelidikan, dan investigasi kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua (J). Dalam rekomendasinya, Komnas HAM menyimpulkan, kasus kematian tersebut adalah sebagai peristiwa pembunuhan yang dilakukan tanpa, atau di luar proses hukum, atau extra judicial killing.

Laporan, dan hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut, resmi disampaikan kepada Polri, melalui Tim Gabungan Khusus, pada Kamis (1/9). “Ada tiga substansi dari laporan kesimpulan, dan rekomendasi Komnas HAM,” ujar Ketua Tim Khusus Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agung Budi Maryoto, di Komnas HAM, Jakarta, pada Kamis (1/9).

Baca Juga

Pertama, terkait kasus itu sendiri. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang dalam istilah Komnas HAM, disebut sebagai extra judicial killing.

Dalam konteks penyidikan yang sedang berjalan, istilah tersebut mengacu pada sangkaan yang sudah dialamatkan kepada lima tersangka, adalah Pasal 340, dan Pasal 338, atau pembunuhan berencana, dan pembunuhan. “Sebenarnya sama saja (extra judicial killing dengan pembunuhan). Tetapi, kalau di kepolisian itu sesuai dengan Pasal 340 (dan Pasal 338),” begitu kata Agung.

Sedangkan rekomendasi kedua, kata Agung, terkait dengan kenihilan fakta atas dugaan kekerasan, dan penganiayaan. Komnas HAM, kata Agung, memastikan dalam hasil investigasinya, pembunuhan Brigadir J, tanpa disertai dengan adanya kekerasan, ataupun penyiksaan.

Ketiga, kata Komjen Agung, Komnas HAM menyimpulkan dalam rangkaian peristiwa pembunuhan Brigadir J, disertai dengan praktik obstruction of justice.

“Dari rangkaian pembunuhan tersebut, Komnas HAM menyimpulkan, adanya kejahatan, atau tindak pidana obstruction of justice,” begitu kata Agung.

Istilah tersebut, adalah bentuk kejahatan, dan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka, untuk menghalang-halangi proses pengungkan, maupun penyidikan kasus pembunuhan tersebut. “Yang kebetulan, dalam penyidikan oleh Timsus Polri, juga sedang dilakukan penanganan pidana terhadap praktik obstruction of justice tersebut,” begitu kata Agung.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyampaikan, laporan hasil penyelidikan, dan investigasi timnya, berisikan sejumlah fakta, maupun kronologis lengkap dari rangkain kasus pembunuhan Brigadir J. “Laporan dari kami ini, adalah sebagai pembanding supaya akurasi, validitas dari konstruksi peristiwa pembunuhan saudara Brigadir Joshua ini, betul-betul, diungkap,” ujar Taufan, Kamis (1/9).

Taufan mengatakan dengan penyerahan resmi hasil penyelidikan, investigasi, dan rekomendasi kepada Polri, bukan berarti fungsi pengawasan, dan pengawalan kasus pembunuhan Brigadir J berakhir. Komnas HAM, kata Taudfan, akan tetap melakukan pengawasan, maupun pengawalan kasus pembunuhan tersebut, sampai pada proses tuntas penegakan hukum terhadap para pelaku.

“Sebagaimana prinsip-prinsip keadilan, yang memang diakui dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia,” ujar Taufan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement