Rabu 31 Aug 2022 19:52 WIB

Pembagian Jam Kerja Dinilai Atasi Kemacetan DKI, Ini Kata Pakar

Pakar menilai mengurai macet di Jakarta tidak hanya cukup dengan pembagian jam kerja.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (26/8/2022). Pakar menilai mengurai macet di Jakarta tidak hanya cukup dengan pembagian jam kerja.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (26/8/2022). Pakar menilai mengurai macet di Jakarta tidak hanya cukup dengan pembagian jam kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, penguraian macet di Jakarta tidak hanya akan cukup dengan pembagian jam kerja atau ganjil genap. Menurut dia, satu-satunya solusi untuk itu adalah menyediakan tempat bagi transportasi umum di semua kawasan permukiman di Jakarta.

“Karena semua orang pasti berangkat dari rumah,” kata Djoko di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga

Ditanya pembagian jam kerja untuk membatasi kemacetan dia menampiknya. Pasalnya, saat ini semua sektor yang beroperasional masih dibatasi dengan jam tertentu.

“Tapi intinya, semua kawasan perumahan di Jabodetabek harus memiliki lokasi untuk transportasi umum,” lanjut dia.

Terlebih, kata dia, saat kendaraan di Jabodetabek mayoritasnya adalah 75 persen kendaraan motor. Karena itu, dia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk bisa bisa mendukung pembangunan yang terintegerasi dengan perumahan dan permukiman.

“Dulu memang sudah dilakukan, tapi sekarang susah,” keluhnya.

Dia menegaskan, integrasi transportasi umum massal di DKI Jakarta ada baiknya jika menyatu dengan kawasan perumahan. Meskipun, dia tak menampik hal tersebut masih terbatas pada regulasi yang ada.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya saat ini membutuhkan uji coba pengaturan jam kerja. Namun demikian, katanya, perlu uji publik sebelumnya dan melibatkan banyak pihak sebelum eksekusi dilakukan.

“Kami sudah lakukan FGD. Dan sepakat bisa uji coba. Tapi kami harus lakukan namanya uji publik dengan semua asosiasi,” kata Syafrin.

Dari hasil diskusi itu, lanjutnya, telah dimatangkan desain uji publik. Sehingga, ke depannya bisa disampaikan lebih matang untuk eksekusi pengaturan jam kerja.

“Ini kita harus hati-hati, karena tidak hanya di level Pemprov DKI, tapi juga di Pemerintah Pusat (perlu) ada regulasi,” ucapnya.

Ditanya pihak-pihak yang kontra, lanjut Syafrin, memang akan selalu ada. Terlebih, dari pihak yang menggunakan kendaraan umum massal. Menurutnya, uji publik akan segera dilakukan setelah fokus DKI berpindah dari U20.

“Tetapi bagaimana mengatur mobilitas orang agar lebih efisien, jadi kita tampung dengan melakukan uji publik dengan rekan asosiasi, pemilik gedung dan lainnya,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement