Senin 29 Aug 2022 15:04 WIB

Enam Pengebom Ikan di TN Komodo Dijerat Pasal Berlapis

KLHK dan polisi menangkap enam pengebom ikan di TN Komodo dan dijerat pasal berlapis.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Taman Nasional Komodo (ilustrasi). KLHK dan polisi menangkap enam pengebom ikan di TN Komodo dan dijerat pasal berlapis.
Foto: New7Wonders
Taman Nasional Komodo (ilustrasi). KLHK dan polisi menangkap enam pengebom ikan di TN Komodo dan dijerat pasal berlapis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan aparat Polres Manggarai Barat menangkap enam pelaku pengeboman ikan di perairan Loh Letuho di Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pelaku dijerat dengan pasal berlapis.

Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani menjelaskan, para pelaku ditangkap saat sedang melancarkan aksinya di perairan Loh Letuho pada 19 Agustus 2022. Padahal, aktivitas penangkapan ikan di kawasan konservasi TN Komodo dilarang, apalagi menggunakan bahan peledak.

Baca Juga

"Tindakan enam pelaku ini merupakan kejahatan sangat serius karena merusak ekosistem TN Komodo dan merugikan masyarakat serta negara," kata Rasio saat konferensi pers daring, Senin (29/8).

Adapun luas ekosistem laut yang rusak akibat ulah pelaku masih dikaji. Selain menangkap pelaku, kata Rasio, tim gabungan juga mengamankan sejumlah barang bukti, yakni satu unit perahu motor, tujuh unit bom rakitan siap ledak, dan 22 botol berisi bubuk peledak.

Turut diamankan 13 detonator, satu kompresor, 78 kotak korek api kecil, dan baterai pemicu. Rasio mengatakan, keenam pelaku yang semuanya pria itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka kini ditahan di rutan Polres Maggarai Barat.

Rasio menyebut, para pelaku dijerat dengan Penyidik Gakkum KLHK menjerat pelaku dengan Pasal 40 juncto Pasal 33 UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tiap pelaku terancam hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 100 juta. Sedangkan penyidik Polres Manggarai Barat menjerat para pelaku dengan UU Darurat.

Rasio menambahkan, pihaknya kini sedang mengkaji kemungkinan untuk turut menggunakan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan menggunakan UU ini, para pelaku terancam dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimum Rp 10 miliar.

"Pengenaan pasal berlapis ini penting dilakukan agar ada efek jera," kata Rasio.

Kepala Balai Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara, Taqiuddin mengatakan, pihaknya akan melakukan pengembangan kasus ini. Dia menduga ada pelaku lain yang berperan sebagai pemodal dan pemasok detonator.

"Terkait pelaku yang mendanai dan bahan-bahan peledak yang digunakan, itu akan kita dalami," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement