Jumat 26 Aug 2022 16:36 WIB

Tiga Tewas dalam Kecelakaan Pikap Angkut Siswa di Kalbar, Akses Pendidikan Masih Jadi PR

Kecelakaan truk vs pikap mengakibatkan tiga pelajar meninggal dan puluhan terluka.

Kecelakaan antara truk vs pikap di Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, pada Kamis (25/8/2022), mengakibatkan tiga pelajar meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka. Foto: Kondisi mobil pikap yang mengalami kecelakaan, di Kabupaten Ciamis, beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Kecelakaan antara truk vs pikap di Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, pada Kamis (25/8/2022), mengakibatkan tiga pelajar meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka. Foto: Kondisi mobil pikap yang mengalami kecelakaan, di Kabupaten Ciamis, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecelakaan antara truk vs pikap di Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat (Kalbar), pada Kamis (25/8/2022), mengakibatkan tiga pelajar meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka. Peristiwa ini dinilai menjadi gambaran jika masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dirampungkan untuk memperbaiki akses pendidikan di Tanah Air. 

"Kami menyampaikan duka mendalam atas peristiwa kecelakaan maut angkutan sekolah di Landak, Kalimantan Barat. Betapa anak didik kita rentan terhadap berbagai ancaman dan kendala dalam proses mencari ilmu di berbagai pelosok nusantara," kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat (26/8/2022). 

Baca Juga

Untuk diketahui, tiga orang siswa meninggal dan puluhan siswa luka-luka akibat kecelakaan maut yang melibatkan pikap pengangkut siswa SMP Negeri 1 Sengah Temilah dengan sebuah truk dari arah Pontianak. Siang itu, para siswa dalam perjalanan pulang menuju ke rumah masing-masing usai sekolah. 

Huda mengatakan, berdasarkan video dan foto yang ia terima dari masyarakat, diketahui jika angkutan sekolah yang ditumpangi puluhan siswa tersebut sangat tidak layak, baik dari sisi keselamatan maupun kenyamanan. Apalagi pikap tersebut sudah pasti tidak sesuai dengan kapasitas karena memaksakan untuk mengangkut puluhan siswa. 

"Peristiwa ini harus diselidiki dengan tuntas. Kenapa siswa harus menumpang angkutan tak layak seperti itu. Apakah tidak ada angkutan lain yang lebih proper, baik dari sisi keselamatan dan kenyamanan para siswa," katanya. 

Dari sisi layanan pendidikan, kata Huda, juga harus diselidiki apakah memang letak sekolah dengan domisili para siswa begitu jauh sehingga harus menggunakan angkutan umum untuk mencapainya. Apakah belum diberlakukan sistem zonasi dalam proses pendaftaran agar memastikan akses siswa ke sekolah tidak terlalu jauh.

"Atau ada faktor lain seperti minimnya anggaran untuk membangun sekolah yang mudah dijangkau oleh para siswa. Sehingga mereka terpaksa menempuh perjalanan jauh agar bisa belajar," ujar dia.

Huda mengatakan, anggaran pendidikan dalam bentuk transfer keuangan daerah dan dana desa (TKDD) mendapatkan porsi terbesar. Di tahun 2021 saja anggaran pendidikan untuk TKDD mencapai Rp 299,06 triliun atau setara 54 persen dari total 20 persen anggaran pendidikan di APBN. 

"TKDD ini salah satunya untuk memastikan ketersediaan sarana prasarana fisik bagi kepastian penyelenggaraan pendidikan di daerah. Ini harus dipastikan betapa besaran anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah tetapi potret pendidikan di daerah masih begitu memprihatinkan," ujarnya. 

Politisi PKB ini berharap agar Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan investigasi kasus ini secara mendalam. Dengan demikian bisa diketahui apakah peristiwa ini merupakan akibat dari ketidaklayakan layanan pendidikan di daerah atau karena faktor lain. 

"Kami berharap ada investigasi khusus agar ke depan peristiwa ini tidak kembali terjadi. Betapa memprihatinkannya kalau peristiwa ini terjadi karena keterbatasan akses layanan pendidikan sehingga anak-anak kita harus bertaruh nyawa untuk bisa sekolah," kata Huda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement