Kamis 25 Aug 2022 21:35 WIB

Korsel dan Rusia Terlibat Proyek PLTN di Mesir

Korsel sepakati 2,25 miliar AS dengan perusahaan Rusia untuk proyek PLTN di Mesir

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Seorang prajurit Rusia menjaga area Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia. Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan senilai 3 triliun won atau 2,25 miliar dolar AS dengan perusahaan energi nuklir milik negara Rusia, untuk menyediakan komponen bagi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Mesir.
Foto: AP Photo
Seorang prajurit Rusia menjaga area Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia. Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan senilai 3 triliun won atau 2,25 miliar dolar AS dengan perusahaan energi nuklir milik negara Rusia, untuk menyediakan komponen bagi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan senilai 3 triliun won atau 2,25 miliar dolar AS dengan perusahaan energi nuklir milik negara Rusia, untuk menyediakan komponen bagi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Mesir. Pemerintah Korea Selatan pada Kamis (25/8/2022) mengatakan, kontrak itu ditandatangani antara Korea Hydro and Nuclear Power dan ASE yang dikelola negara Rusia.

Kontrak tersebut mengharuskan Korea Selatan menyediakan peralatan terkait turbin dan pekerjaan konstruksi untuk pabrik yang sedang dibangun di Dabaa, yang terletak sekitar 130 kilometer barat laut Kairo, di pantai Mediterania. ASE adalah anak perusahaan dari Rosatom, yang merupakan konglomerat nuklir Rusia milik negara.

Seorang pembantu senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan, negosiasi diperlambat oleh “variabel tak terduga,” terutama perang Rusia terhadap Ukraina dan kampanye sanksi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) terhadap Moskow atas agresinya. Sekretaris senior Yoon untuk urusan ekonomi, Choi Sang-mok, mengatakan, Korea Selatan memberikan penjelasan kepada Amerika Serikat tentang rencananya untuk berpartisipasi dalam proyek Dabaa. Menurutnya sekutu akan menjaga konsultasi erat saat pekerjaan berlangsung.

Korea Selatan telah berpartisipasi dalam kampanye tekanan ekonomi melawan Rusia yang dipimpin oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden. Sanksi tersebut antara lain mengakhiri transaksi dengan bank sentral Rusia dan dana kekayaan negara, serta melarang ekspor bahan-bahan strategis ke Rusia.

Choi tidak merinci bagaimana krisis di Ukraina dan sanksi terhadap Moskow menyebabkan kesulitan untuk negosiasi antara Korea Hydro and Nuclear Power dan ASE. Mereka memiliki kontrak dengan Mesir untuk membangun empat reaktor 1.200 megawatt. Dia menekankan, tidak ada kemungkinan bahwa teknologi yang dipasok oleh Korea Selatan untuk proyek tersebut akan berbenturan dengan sanksi internasional terhadap Rusia.

“Masalah apa pun dapat dipenuhi oleh berbagai ketidakpastian, tetapi semuanya telah diselesaikan sampai sekarang, dan itulah sebabnya kami dapat menyelesaikan kesepakatan,” kata Choi.

Choi menyatakan harapan bahwa, partisipasi Korea Selatan dalam proyek Dabaa akan membantu negara itu mendapatkan pijakan dalam proyek-proyek nuklir masa depan di seluruh Afrika. Termasuk meningkatkan peluangnya untuk mengekspor ke negara-negara seperti Republik Ceko, Polandia dan Arab Saudi.

Korea Hydro and Nuclear Power telah terlibat dalam negosiasi dengan ASE sebagai penawar pilihan untuk proyek terkait turbin sejak Desember, tepatnya sebelum invasi Rusia ke Ukraina. Kantor Yoon mengatakan partisipasi dalam proyek Dabaa adalah ekspor teknologi tenaga nuklir terbesar Korea Selatan sejak 2009. Partisipasi tersebut dimulai ketika sebuah konsorsium yang dipimpin Korea Selatan memenangkan kontrak senilai 20 miliar dolar AS untuk membangun reaktor tenaga nuklir di Uni Emirat Arab.

Yoon telah berjanji untuk meningkatkan ekspor teknologi tenaga nuklir Korea Selatan. Yoon mengatakan, kesepakatan itu menegaskan kembali “teknologi canggih dan keamanan serta rantai pasokan yang kuat” Korea Selatan di industri tenaga nuklir.  Pemerintahan Yoon telah menetapkan tujuan untuk mengekspor 10 reaktor tenaga nuklir pada  2030.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement