Kamis 25 Aug 2022 17:59 WIB

Kedermawaan Abu Bakar yang Membuat Suku Quraisy Heran

Quraisy memandang aneh kedermawanan Abu Bakar.

Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, Berjarak tempat, masih dari masa yang sama. Seorang budak berkulit hitam dibawa ke tengah gurun pasir. Terik matahari tengah mencapai puncak. Budak itu sudah tampak letih dan payah. Sayangnya, dalam sistem sosial masa itu, ia tak ubahnya barang mainan. Tak ada hak, kecuali melayani dan menaati majikan.

Di atas pasir panas membakar, budak itu ditelentangkan. Sebuah batu besar diletakkan di atas dadanya. "Engkau akan terus seperti ini, hingga engkau mati, atau mau mengafiri Muhammad dan menyembah Latta dan Uzza!" Demikian ultimatum Umayyah bin Khalaf, sang tuan kepada budaknya.

Baca Juga

Mengetahui kondisi itu, keluarlah Abu Bakar menuju tempat penyiksaan. "Apakah engkau tidak takut kepada Allah bila orang miskin ini mati karena ulahmu?" Umayyah menjawab, "Engkaulah yang telah merusak dirinya, maka selamatkanlah ia dari apa yang sedang engkau lihat ini!"

Abu Bakar pun tak membuang waktu. Ia bebaskan budak hitam itu seharga yang diinginkan Umayyah. Bilal bin Rabah, si budak hitam yang diselamatkan Abu Bakar, pada waktu-waktu berikutnya tampil menjadi sahabat yang dimuliakan.

Dengan kemerdekaan Bilal, misi Abu Bakar membebaskan budak-budak Muslim yang disiksa kaum Quraisy terus berlanjut. Ia membebaskan Amir bin Fuhairah, sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar dan Uhud, lalu syahid pada peristiwa Bi'ru Ma'unah. Kemudian An-Nahdiyyah dan putrinya, dua budak wanita yang disumpahi tidak akan dimerdekakan untuk selama-lamanya. Cara ini menjadi salah satu strategi Islam untuk melawan penyiksaan yang menimpa orang-orang lemah.

Sementara, pada masa itu, kaum kafir Quraisy memandang aneh kedermawanan Abu Bakar. Tak biasa orang membebaskan budak-budak yang lemah. Sikap itu turut mengundang tanda tanya sang ayah. Ayah Abu Bakar bertanya, "Wahai anakku, aku melihatmu memerdekakan budak-budak yang lemah. Seandainya engkau mau melakukan, merdekakanlah para pemuda yang kuat yang dapat melindungi dan membelamu."

Jawaban Abu Bakar begitu agung, sampai diabadikan Allah dalam surah al- Lail. "Wahai ayahku, sungguh yang aku inginkan hanyalah keridhaan Allah." Semangat pembebasan ini dianjurkan langsung oleh Rasulullah. Beliau mendorong para sahabat untuk membebaskan budak dengan pahala dan keutamaan besar.

Sekarang, perbudakan dalam bentuk tradisional sudah tidak ada. Tapi, perbudakan bukannya sirna. Perbudakan muncul dalam rupa lebih canggih dan kompleks. Perbudakan politik, ekonomi, budaya, sumber daya alam, bahkan perbudakan dalam konstruk berpikir. Semangat 'membebaskan' harusnya tetap muncul, terlebih melihat sesama Muslim yang terzalimi.

Karena, sabda Rasul, orang mukmin satu dengan mukmin yang lainnya laksana satu bangunan yang saling menguatkan. Ketika ada saudara yang terzalimi, kewajiban Muslim lain untuk menolong dan membebaskan dia dari kezaliman. Rasulullah bersabda, "Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim kepadanya dan tidak membiarkannya dalam kezaliman."

Kita diperintahkan menolong kedua belah pihak, baik orang yang zalim maupun terzalimi. Menolong yang terzalimi terdengar wajar. Tapi, Rasulullah juga menyuruh menolong yang zalim. Inilah yang ditanyakan seorang sahabat, "Wahai Rasulullah, aku menolongnya jika ia terzalimi. Lalu bagaimana cara menolongnya apabila dia yang berbuat zalim?" Rasulullah menjawab, "Cegahlah dia dari kezaliman tersebut. Itulah pertolonganmu padanya." Kata Rasul pula, apabila ada orang yang di hadapannya ada seorang Muslim sedang dihinakan, namun ia tidak membelanya padahal ia mampu, maka Allah akan menghinakannya di depan semua mahkluk kelak pada hari kiamat.

Islam bukan agama yang egois. Bukan agama yang mengajarkan pemeluknya mencari keselamatan untuk diri sendiri. "Siapa yang melepaskan satu kesusahan di dunia dari seorang mukmin, maka Allah akan melepaskan kesusahan baginya di hari Kiamat."

Pesan itulah yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Rasulullah. Tatkala umat diam menyaksikan sesama manusia, bahkan sesama Muslim, dihadapkan pada kebrutalan yang memakan hak-hak hidupnya, tak salah rasanya bila kita rindu pada Abu Bakar dan Umar yang berebut saling mendahului untuk berbuat kebaikan. Berbahagialah kau, perempuan tua yang buta di pojok kota Madinah.

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement