Selasa 23 Aug 2022 12:01 WIB

1.010 Angkot Kota Bogor Dibekukan

Dishub memberi waktu 30 hari untuk merapikan semua izin trayek dan kartu pengawasan.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Angkutan Kota (Angkot) menunggu penumpang di kawasan Baranangsiang, Kota Bogor.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Angkutan Kota (Angkot) menunggu penumpang di kawasan Baranangsiang, Kota Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebanyak 1.010 unit angkutan kota (angkot) yang ada di wilayah Kota Bogor terancam tak lagi bisa beroperasi. Hal itu bisa terjadi lantaran Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor telah membekukan Izin Penyelenggaraan Angkutan Perkotaan (IPAP) dari ribuan angkot tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Eko Prabowo, mengatakan, pembekuan IPAP tersebut telah melalui proses panjang secara administrasi sebelum ke arah pembekuan. Dimana para pemilik angkot dan badan hukum telah diberi peringatan 1, 2, dan 3 sebagai peringatan awal atau early warning system.

“Jadi prosesnya tidak ujug-ujug (tiba-tiba), tidak mengada-ada, tidak juga tergopoh-gopoh. Prosesnya memang melalui tahapan. Kemudian ke arah pembekuan,” kata Eko, Selasa (23/8).

Eko menjelaskan, pihaknya memberikan waktu selama 30 hari kepada para badan hukum dan pemilik angkot untuk merapikan semua izin trayek dan kartu pengawasan. Dimana izin trayek diperbarui selama lima tahun sekali.

 

Selama menjabat sebagai Kadishub Kota Bogor, Eko mengatakan, para badan hukum dan pemilik angkot tidak melakukan izin trayek sebagaimana mestinya. Dari total 1.010 angkot yang dibekukan ini, berada di bawah badan hukum. Di antaranya, Koperasi Kauber, Koperasi Kopem, Koperasi Madani, PT Gomecindo, Koperasi Kopama, Koperasi Kophim, Koperasi Kammi, Koperasi Kencana Jaya, Koperasi Kopata, Koperasi Komara, PT Gunung Salak Perkasa, Koperasi KAKB, Koperasi Kosapag, PT Setia Mandiri Indah, Koperasi Kojapab, Koperasi Kodjari, dan angkot milik perorangan berjumlah 39 unit.

Kasus ini pun disikapi dengan bentuk perhatian pihaknya terhadap badan hukum pemilik angkot untuk peduli dengan apa yang dimilikinya. Dia menegaskan, transportasi harus berubah karena tantangannya juga berubah.

Dikatakan Eko, langkah tegas ini sesuai dengan Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang LLAJ pasal 186 perihal kewajiban perusahaan angkutan umum. Kemudian PPRI nomor 74 tahun 2014 tentang angkutan jalan pasal 83 dan 121. Lalu Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor 98 tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek, pasal 2, 6, dan 8. Terakhir Perda Kota Bogor nomor 10 tahun 2019 tentang perubahan Perda nomor 3 tahun 2013 tentang penyelenggaraan LLAJ pasal 119 dan 123.

“Dan yang terancam ini kalau mereka tidak care (peduli) selama 30 hari yang kita aksih, sekalj lagi kita melakukan upaya aturan penegakan yang berlaku. Jaid tolong dimanfaaktan 30 hari ini untuk berbenah,” tegasnya.

Sebab, kata dia, tantangan transportasi ke depan ialah kepastian pelayanan, masyarakat yang dilayani merasa aman dan nyaman, pemberi pelayanan senang, dan pemberi proses perizinan dalam hal ini Dishub, merasa tidak khawatir.

Sebagai contoh, Eko menyebutkan, jika para pemberi layanan tidak memenuhi syarat dari sisi teknis, maka Dishub Kota Bogor sebagai pemberi izin merasa khawatir. Apalagi angkot-angkot tersebut masih membawa atau mengangkut orang.

“Karena ada beberapa case Alhamdulillahh tidak ada korban. Tapi kalau nanti ada substansi korban, kami pasti diseret-seret, terbawa-bawa. Ini yang kami antisipasi mengingatkan dari awal, teman-teman (badan hukum dan pemilik angkot) harus care (peduli) dengan apa yang mereka punya selama ini,” ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement