Selasa 23 Aug 2022 11:51 WIB

Bagaimana Islam Memandang Waktu?

Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting.

 Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting. Foto:  Jam tangan analog/ilustrasi.
Foto: Dok. Yoko Watch
Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting. Foto: Jam tangan analog/ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- Konsep waktu dalam pandangan Islam tak melulu soal rutinitas kehidupan sehari-hari. Islam menempatkan waktu sebagai perkara penting dan mendasar sehingga jika tak dimanfaatkan dengan baik, maka kerugianlah yang akan diperoleh. Lebih dari kerugian materi, menyia-nyiakan waktu bisa berakibat terbengkalainya sisi akhirat seorang hamba.

Allah Swt berfirman dalam Kitab-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat- menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashar [103] : 1-3).

Baca Juga

Ungkapan yang tepat untuk menggambarkan dengan semangat Surah di atas, “Waktu seperti pedang, jika tak ditaklukkan dengan baik, maka benda itulah yang justru akan menebas pemiliknya”. Sejatinya, waktu adalah makna dari hidup itu sendiri.

Pentingnya waktu, disadari dengan baik oleh para cendekiawan Muslim pada masa lalu. Hal itu dibuktikan dengan menghabiskan waktu yang mereka miliki. Tidak untuk beribadah semata, tetapi mendedikasikan pula hidup mereka untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Kepedulian terhadap waktu dituangkan juga dalam bentuk karya tulis, meskipun secara tidak spesifik mengupas tentang definisi, urgensi, dan langkah-langkah penggunaan waktu. Perhatian itulah yang mengilhami Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baihaqi menulis sebuah buku yang bertajuk Fadlail Al-Auqaat.

Inilah kitab yang mengupas tentang keutamaan waktu-waktu tertentu yang memiliki nilai penting dalam Islam. Meski begitu, dalam Islam tidak dikenal adanya pengultusan waktu atau hari, sebagaimana yang diyakini oleh Yahudi. Dalam kitab ini dibahas tentang pengutamaan hari atau bulan berkaitan dengan pahala yang dijanjikan Allah selama rentan waktu itu.

Latar belakang disiplin ilmu tokoh yang dikenal piawai di bidang hadis dan fikih memengaruhi corak kitab itu. Deretan karya yang pernah ditulisnya menunjukkan keahliannya menggabungkan dua cabang ilmu tersebut. Di antaranya adalah kitab Ma¡¯rifat As-Sunan Wa Al-Atsar, As-Sunan Al-Kubra, Al-Asma Wa As-Shiffat, dan At-Targhib wa At-Tarhib.

 

Corak serupa terlihat jelas pada kitab Fadlailyang pada dasarnya adalah karya yang memuat hadis-hadis yang berbicara tentang keutamaan bulan atau hari. Sekali lagi, tidak bertujuan untuk mengultuskan waktu atau hari tertentu. Intinya, dalam karyanya ini, al-Baihaqi hendak mengajak umat Islam menggunakan waktu-waktu tersebut sebaik-baiknya untuk beribadah.

sumber : Dok Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement