Jumat 19 Aug 2022 16:12 WIB

Youtube Jadi Jaminan Utang, Pakar: Angin Segar Industri Kreatif

Perlu keselarasan dengan lintas sektoral perbankan, hukum, dan hak cipta.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Youtube (Ilustrasi)
Foto: Flickr
Youtube (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif. Aturan itu berisi ketentuan pembiayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank bagi pelaku ekonomi kreatif.

Salah satunya adalah pembiayaan berbasis kekayaan intelektual seperti pinjaman uang dengan jaminan konten Youtube. Dosen Peminatan Industri Kreatif Pasca Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Satrya Wibawa menyebut, peraturan tersebut memberikan angin segar bagi konten kreator, khususnya di industri kreatif.

Menurutnya, hal itu menjadi tawaran menarik karena beberapa negara lain telah melakukannya, sehingga menjadi hal yang sangat umum. “Namun di Indonesia belum pasti penegakan peraturan itu. Kalau menjadi angin segar iya tentu. Sebab, bagaimanapun konten kreator mendapatkan kesempatan lebih besar untuk berkarya,” ujarnya di Surabaya, Jumat (19/8/2022).

Igak menjelaskan, dipilihnya Youtube serta film sebagai salah satu konten dalam PP Ekonomi Kreatif adalah karena berkembangnya profesi konten kreator di industri digital media yang memperoleh penghasilan lebih tinggi daripada orang pada umumnya. Sehingga digital media mendapatkan peluang uji coba untuk memastikan konten yang dibuat layak dijadikan nilai pinjaman di bank.

 

Menurut Igak, terbitnya PP Ekonomi Kreatif ini dapat dikatakan terlambat, namun sudah dalam langkah yang lebih baik sebab disesuaikan dengan kondisi industri kreatif di Indonesia. Namun, hal itu belum cukup dan membutuhkan kepastian hukum lembaga yang mengatur value konten.

“Beberapa negara lain seperti Kanada dan Amerika Serikat, value mereka sudah ada, dan sudah ada komparasi value-nya dibanding dengan kita,” ujarnya.

Ia lalu mencontohkan film di Amerika yang memiliki value yang cukup besar, dan mempunyai tafsir nilai uang dari produk film itu sehingga bank memiliki ketepatan menaksir harga yang dikisar. Jika salah satu aktor seperti Brad Pitt membintangi film, maka bank akan menaksir berapa keuntungan dan kemungkinan pinjaman yang akan dikeluarkan.

“Sedangkan di Indonesia belum ada lembaga yang mengatur, menjamin, dan me-monitizing hal itu, yang mengukur harga nilai atau produk yang akan dijaminkan,” kata dia.

Dari potensi isu tersebut, lanjut Igak, bank-bank di Indonesia akan sulit menerima konten sebagai jaminan utang. Sebab, bank juga ingin memiliki kepastian nilai konten untuk diekuivalenkan dengan sejumlah rupiah yang akan menjadi utang.

Karena itu, kata Igak, peraturan tersebut perlu adanya langkah lebih lanjut, seperti keselarasan dengan lintas sektoral perbankan, hukum, dan hak cipta, memiliki lembaga yang menaungi, dan banyak sektor lain yang harus dibenahi. Tujuannya agar program ini dapat berjalan dengan baik.

“Paling tidak industri kreatif saat ini mempunyai bayangan dan dapat mempersiapkan diri untuk membuat konten-konten yang solid dan mempunyai nilai jual yang tinggi dan tentu stabil dan memiliki stabilitas yang dibutuhkan dalam perbankan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement