Kamis 18 Aug 2022 06:33 WIB

Istri Irjen Ferdy Sambo Berpeluang jadi Tersangka, Ini Alasannya...

Laporan di Duren Tiga bagian dari rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Pakar pidana dari Universitas Trisaksi, Azmi Syahputra
Foto: Dok Pribadi
Pakar pidana dari Universitas Trisaksi, Azmi Syahputra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri telah menghentikan laporan kasus dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) terhadap Putri Candrawathi. Polri juga telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan (SP3) atas laporan istri Ferdy Sambo tersebut.

Laporan tersebut dihentikan karena penyidik tidak menemukan bukti adanya tindak pidana dalam laporan tersebut. Polri bahkan menyebutkan, bahwa laporan di Duren Tiga bagian dari rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J dan upaya untuk menghalang-halangi pengungkapan pembuhuhan Brigadir J.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai, bahwa Putri Chandrawati berpeluang menjadi tersangka dan dapat dimintai pertangungjawaban pidana.

Azmi menjelaskan, bahwa Esensi sebuah laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang, tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana dan disertai permintaan agar kepada si pembuatnya dilakukan pemeriksaan untuk kemudian dilakukan penuntutan ke pengadilan.

 

Jadi posisi pelapor harus benar-benar yakin bahwa memang apa yang dilaporkannya tersebut adalah benar dan dapat diuji kebenarannya,” kata Azmi, Rabu (17/8).

Sehingga lanjut dia, apabila ternyata kepolisian menghentikan laporan tersebut dan menyatakan bahwa tidak pernah ada tindak pidana pelecehan seksual di rumah dinas Irjen FS di Duren tiga, mengacu pada pendalaman pemeriksaan terhadap korban, saksi korban, fakta-fakta lapangan dan penyesuaian alat bukti elektronik termasuk rekaman CCTV didapati keterangan yang tidak sama, tidak benar atau palsu. Maka kepada pelapor dapat dimintai pertangungjawaban pidana. 

"Artinya, Timsus kepolisian menemukan bahwa laporan pelecehan seksual tersebut adalah rekayasa dan tidak pernah ada kejadian tersebut, dengan bukti- bukti pendukung yang didapat oleh pihak kepolisian di rumah FS, maka pada pelaku dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana,” ujarnya.

Pelapor, ucap dia, dapat dijerat Pasal 220 KUHP Jo Pasal 317 KUHP, yang berbunyi, Barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi suatu peristiwa pidana padahal tidak pernah terjadi peristiwa pidana tersebut atau palsu, sehingga menyebabkan orang lain menderita kerugian maupun terserang kehormatan nama baiknya, dihukum dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun.

“Jadi jelas di sini motif pelapor jelas dengan kesengajaan, karena pelapor mengetahui dan menyadari bahwa yang disampaikankan tidak benar, palsu, sehingga sangat tampak dari awal ada niat jahat pelaku untuk menghindari atau ada keadaan yang tidak normal dari pelaku, sebagai upaya menutupi dari sesuatu peristiwa pidana lainnya,” jelas Azmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement