Anggota DPR: Investasi BPKH Belum Mampu Menutup Biaya Riil Haji

Biaya riil haji tahun ini sebesar Rp 98.570.000 per orang

Rabu , 17 Aug 2022, 21:01 WIB
Haji (ilustrasi).  Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan, penyelenggaraan ibadah haji harus dilakukan secara efisien.
Foto: Dok Republika
Haji (ilustrasi). Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan, penyelenggaraan ibadah haji harus dilakukan secara efisien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyampaikan, penyelenggaraan ibadah haji harus dilakukan secara efisien. Jika terjadi inefisiensi dalam penyelenggaraan ibadah haji, perlu ada upaya untuk mengefektifkan biaya haji dengan langkah seefisien mungkin.

Dia menjelaskan, biaya riil haji tahun ini sebesar Rp 98.570.000 per orang. Biaya yang hampir Rp 100 juta ini tergolong besar, bila dibandingkan dengan setoran calon jamaah yang hanya dibebankan sekitar Rp 35 juta per orang. Sehingga, disparitas antara biaya riil haji dengan biaya yang disetor calon jamaah tergolong besar, yakni lebih dari 50 persen.

"Tetapi, jamaah ketika mendaftar untuk mendapatkan nomor kursi, itu mereka sudah menaruh uang Rp 35 juta. Ada yang menunggu sampai 25 tahun, 35 tahun, bahkan ada yang sampai 40 tahun. Artinya, dana itu diinvestasikan (selama masa tunggu)," tutur anggota DPR Fraksi PKS itu, kepada Republika, Rabu (17/8/2022).

Menurut Bukhori, kalau cara investasi yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) hanya melalui penempatan, maka tidak akan mampu menanggung biaya kekurangan itu. Ia mengingatkan, BPKH dalam undang-undang didorong untuk investasi langsung. Tetapi praktiknya BPKH belum mampu untuk memperbanyak investasi langsung.

"Mungkin karena risiko, atau karena BPKH lembaga baru, yang lahir pada 2017, jadi tidak terlalu lama. Karena itu, investasinya kebanyakan hanya di penempatan. Kalau di penempatan, keuntungan yang didapat gak lebih dari 6 atau 7 persen per tahun. Ini tidak akan bisa menutupi kekurangan setoran jamaah terhadap biaya riilnya," terangnya.

Untuk itu, Bukhori berpandangan, koreksi yang diperlukan tidak hanya dalam konteks bagaimana mengurangi subsidi. Walaupun hakekatnya bukan subsidi melainkan dana calon jamaah yang dikelola untuk diinvestasikan, kemudian keuntungan yang diperoleh dipakai untuk menutupi biaya haji.

Bukhori melanjutkan, dari besaran biaya haji saat ini, Rp 35 juta, nantinya akan dikembalikan ke jamaah senilai 900 real atau sekitar 5 juta sehingga total setoran jamaah sebetulnya Rp 30 juta. Di sisi lain, biaya riil haji mencapai Rp 100 juta, yang artinya masih kurang Rp 70 juta.

"Pertanyaannya adalah apakah dana jamaah haji yang mereka setor selama 25 tahun atau 35 tahun yang lalu sebesar Rp 35 juta, itu manfaatnya atau hasilnya bisa sampai ke 70 juta atau tidak. Nah ini diperlukan kajian yang lebih mendalam," ujar dia.

Bila tidak memungkinkan, terang Bukhori, maka setoran calon jamaah haji tidak cukup dengan Rp 35 juta. Soal berapa nominal yang perlu ditambah, itu perlu kajian yang lebih dalam. Artinya, jika terjadi ketidakseimbangan, maka harus ditelaah di mana letak masalahnya.

"Apakah masalahnya di pengelolaan keuangan hajinya sehingga perlu dikelola secara progresif, atau karena masalah sedikitnya setoran jamaah? Kalau ternyata setoran jamaah, ya harus ditambah," tuturnya.