Sabtu 13 Aug 2022 20:28 WIB

Nasionalisme Orang Desa

Nasionalisme pantas disandingkan dengan orang desa.

Warga mengepalkan tangan ketika mengikuti upacara peringatan HUT Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia di Taman Refugia, Desa Penanggungan, Trawas, Kabupataen Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (17/8/2021). Selain meningkatkan semangat rasa cinta tanah air, upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tersebut juga bertujuan memperkenalkan wisata pertanian kepada masyarakat.
Foto:

Desa dalam Lintas Zaman

Pada zaman kerajaan, orang yang hari ini dinamakan sebagai orang desa, patuhnya kepada negara tidak pernah diragukan. Mereka tunduk, tidak pernah membangkang, bahkan apa-apa yang menjadi instruksi raja, mereka dengarkan dan laksanakan. Mereka percaya bahwa titah raja adalah titah Tuhan.

Bagi orang desa, pemegang kekuasaan adalah pengayom dan pelindung. Dominasi kedudukan raja berimplikasi luas terhadap perkembangan pola berpikir masyarakat. Sikap mematuhi raja merupakan realisasi dari kewajiban utama yang harus selalu mereka perhatikan (Riza Multazam, 2017).

Pada zaman kolonial Belanda, Pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan di seluruh elemen pemerintahan bumiputera, termasuk desa. Undang-undang yang mengatur khusus tentang desa pertama kali terdapat dalam Regeringsreglemen (RR) tahun 1854 yaitu pasal 71 yang mengatur tentang kepala desa dan pemerintah desa. Peratuan ini dimaksudkan agar lebih mudah memantau penduduk desa, karena semuanya harus sepengatuhan dari Gubernur Jendral.

Pasca Kemerdekaan hingga Orde Baru, undang-undang yang mengatur desa terus ada. Undang-undang No 19 tahun 1965 dan undang-undang No 5 tahun 1979 menjadi bukti bahwa kebijakan desa terus ada. Meskipun zaman berupa dan kebijakan mengikuti zamannya, namun penduduk desa masih selalu taat dan melaksanakan semua perintah atas nama negara. Mereka tidak pernah membangkang atau memberontak melepaskan diri dari negara. Jikapun ada, hanya contoh kecil yang tidak merusak kebangsaan.

Penduduk-penduduk desa pada lintas zaman tersebut sudah menggambarkan tentang kondisi bangsa ini, bahwa mereka adalah bangsa yang tunduk dan patuh kepada konstitusi. Mereka rela, meskipun hidup pas-pasan, apa adanya, namun jika berkaitan dengan bangsa, jiwa nasionalisme mereka tumbuh, bahkan jika taruhannya nyawa.

 Hal ini terbukti saat orang-orang desa mengusir penjajah dari tanah air, mereka bersama-sama melawan hingga titik darah penghabisan. Saat bangsa ini mempertahankan kemerdekannya pun, lagi-lagi orang-orang desa berbondong-bondong ke kota, Surabaya misalnya, untk bersama mempertahankan tanah air.

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement