Selasa 09 Aug 2022 22:12 WIB

Menteri Arifin Paparkan Progres Entitas Khusus Batu Bara

Izin prakarsa belum disetujui saat ini karena masih ada perdebatan payung hukum.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (kiri) memberikan paparannya saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Rapat kerja tersebut membahas progres realisasi entitas khusus batubara serta membahas strategi dan kebijakan pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) batubara untuk PT PLN (Persero).
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (kiri) memberikan paparannya saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Rapat kerja tersebut membahas progres realisasi entitas khusus batubara serta membahas strategi dan kebijakan pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) batubara untuk PT PLN (Persero).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan progres realisasi entitas khusus batu bara mengikuti kebijakan domestic market obligation (DMO) yang telah ditetapkan sebesar 25 persen terhadap semua perusahaan usaha batu bara yang kini beroperasi.

"Izin prakarsa belum mendapat persetujuan saat ini karena masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Baca Juga

Arifin menuturkan pihaknya telah melakukan rapat klarifikasi untuk membahas izin prakarsa yang diminta dan diperlukan penjelasan tambahan. Menurutnya, izin prakarsa itu sedang dalam progres.

Kementerian ESDM telah menyampaikan surat ke Kementerian Sekretariat Negara menjelaskan tambahan agar payung hukum dapat berupa Perpres. Rancangan Perpres dan aturan turunan lainnya, seperti Permen dan Kepmen ESDM serta PMK telah disiapkan dan secara paralel ini dibahas.

Adapun konsep skema perhimpunan dan penyaluran dana kompensasi DMO disusun sebagai berikut, yakni pengguna batu bara dalam negeri menyampaikan laporan rencana kebutuhan batu bara untuk satu tahun yang dilakukan review setiap tiga bulan. Kemudian, seluruh badan usaha pertambangan IUP dan IUPK, PKP2B wajib melakukan pembayaran dana kompensasi DMO melalui aplikasi DMO batu bara berdasarkan rasio tarif pungutan yang ditentukan di Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM per kuartalan.

Badan Layanan Umum (BLU) DMO batu bara akan melakukan proses pemungutan dan penyaluran dana kompensasi serta melakukan monitoring dana dan bukti pembayaran dana kompensasi DMO batu bara lewat aplikasi DMO batu bara dan menerbitkan invoice apabila terjadi kurang bayar. "Terhadap dana kompensasi yang dipungut, BLU DMO batu bara akan menyalurkannya kepada badan usaha pemasok PLN dan industri domestik lainnya berdasarkan potensi selisih pembayaran penyaluran sesuai harga batu bara acuan aktual," jelas Arifin.

Lebih lanjut ia menambahkan badan usaha pertambangan akan mengeluarkan dua invoice berupa invoice harga batu bara acuan (HBA) kepada PLN atau juga kepada HBA industri, di mana PLN mendapatkan harga 70 dolar AS per ton dan untuk industri 90 dolar AS per ton. Selain itu, badan usaha pertambangan sekaligus menyatakan invoice selisih HBA pasar dengan HBA DMO tersebut.

"Dijten Minerba akan melakukan verifikasi besaran dana kompensasi batu bara atas invoice yang disampaikan oleh badan usaha pertambangan dengan aplikasi DMO batu bara," ujar Arifin.

Kementerian ESDM mengungkapkan kondisi harga batu bara yang cukup tinggi telah mengakibatkan perusahaan cenderung untuk mendapatkan pendapatan yang lebih baik karena ada disparitas harga yang besar. Kondisi itu mengakibatkan potensi industri dalam negeri bisa mengalami kekurangan.

Pada Juli 2022, rata-rata harga batu bara global berkisar antara 194 dolar AS per ton sampai dengan 403 dolar AS per ton berdasarkan indeks yang dikeluarkan oleh Platt's ataupun NEX. Sedangkan harga HBA yang ditentukan adalah 319 dolar AS per ton.

Menteri Arifin mengatakan sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak menyebabkan perusahaan batu bara cenderung memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh.

Ia menyampaikan ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri, sehingga perlu kebijakan baru untuk menjamin ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi melalui badan layanan usaha DMO batu bara. "Di samping itu, hal yang perlu dicatat juga adalah kualitas daripada batu bara yang bisa memenuhi dan juga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri," ungkap Arifin.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement