Senin 08 Aug 2022 18:45 WIB

18.000 Pemantau Lokal dan Asing Bakal Awasi Pemilu Kenya

Lebih dari 22 juta pemilih terdaftar di Kenya akan memberikan suaranya.

Para pemilih memeriksa nama mereka di tempat pemungutan suara di Nairobi, Senin 8 Agustus 2022. Warga Kenya memberikan suara pada Selasa untuk memilih pengganti Presiden Uhuru Kenyatta setelah satu dekade berkuasa. Perlombaan sudah dekat dan bisa melaju ke putaran kedua untuk pertama kalinya.
Foto: AP Photo/Sayyid Abdul Azim
Para pemilih memeriksa nama mereka di tempat pemungutan suara di Nairobi, Senin 8 Agustus 2022. Warga Kenya memberikan suara pada Selasa untuk memilih pengganti Presiden Uhuru Kenyatta setelah satu dekade berkuasa. Perlombaan sudah dekat dan bisa melaju ke putaran kedua untuk pertama kalinya.

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Sekitar 18.000 pemantau akan turun ke lapangan untuk mengawasi langsung pemilihan umum Kenya yang sangat berisiko pada Selasa (9/8/2022), kata otoritas. Sekitar 10.000 pemantau lokal dan asing telah diberi izin seperlunya, kata ketua Electoral and Boundaries Commission (IEBC) Wafula Chebukati saat konferensi pers pekan lalu.

Menurutnya, permohonan dari 8.000 lebih pemantau saat ini masih diproses dan akan disetujui sebelum pemilu. Sedikitnya 1.300 dari 18.000 pemantau berasal dari negara lain, katanya.

Baca Juga

Pemerintah Kenya mengumumkan bahwa pemilu 9 Agustus sebagai hari libur nasional. Lebih dari 46.200 tempat pemungutan suara (TPU) telah tersebar di seluruh negara Afrika Timur itu dan distribusi material pemilu 90 persen rampung, menurut IECB.

Lebih dari 22 juta pemilih terdaftar di negara berpenduduk sekitar 54 juta orang tersebut diperkirakan akan memberikan suaranya dalam pemilu presiden, parlemen, anggota 47 majelis rendah dan gubernur.

Usai menjabat selama dua periode, petahana Uhuru Kenyatta mundur dalam bursa pilpres. Persaingan sengit diperkirakan bakal terjadi di antara dua pasangan teratas William Ruto, wakil presiden Kenya sejak 2013 dan pemimpin United Democratic Alliance dan mantan perdana menteri Raila Odinga, yang merupakan ketua Orange Democratic Movement.

Kenyatta memilih untuk mendukung Odinga, mantan rivalnya untuk posisi tinggi yang mencalonkan diri sebagai presiden kelimanya, ketimbang wakilnya sendiri.

Organisasi pembela hak asasi manusia (HRW) internasional telah mewanti-wanti bahwa kegagalan otoritas Kenya untuk mengatasi "pelanggaran di masa lalu oleh polisi menambah risiko penyalahgunaan polisi" di sekitar pemilu.

"Kenya memiliki sejarah kekerasan terkait pemilu, termasuk penggunaan kekuatan yang tidak sah dan gila-gilaan oleh polisi, dengan beberapa, jika ada, polisi dimintai pertanggungjawaban," bunyi pernyataan HRW yang dirilis pada Selasa.

Kenya dihadapkan dengan kekerasan selama berbulan-bulan pascapemilu pada 2017 yang merenggut puluhan nyawa. HRW mengatakan telah bekerja sama dengan organisasi HAM Kenya dan internasional lainnya untuk mendokumentasikan pembunuhan 104 orang di tangan polisi dan geng-geng bersenjata.

Kebanyakan korban adalah pendukung partai oposisi utama saat itu, National Super Alliance, katanya. Pada 2007 kekerasan pascapemilu menewaskan lebih dari 1.100 orang dan menyebabkan ribuan orang lainnya mengungsi di dalam negeri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement