Sabtu 06 Aug 2022 10:31 WIB

Polda Tahan Roy Suryo, Kasus Lain Masih Mengambang

Kabid Humas Polda Metro menegaskan, kasus meme Roy Suryo murni penegakan hukum.

Rep: Ali Mansur/Antara/A Syalabi Ichsan/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas mengawal mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo (kanan) saat menuju rutan usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/8/2022). Pakar telematika tersebut ditahan di Rutan Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terkait unggahan meme stupa Candi Borobudur berwajah mirip Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Petugas mengawal mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo (kanan) saat menuju rutan usai menjalani pemeriksaan di Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (5/8/2022). Pakar telematika tersebut ditahan di Rutan Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama terkait unggahan meme stupa Candi Borobudur berwajah mirip Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya langsung menahan eks menteri pemuda dan olahraga (menpora) Roy Surya terkait kasus meme stupa Buddha di Candi Borobudur yang digabung dengan wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penahanan dilakukan penyidik Polda Metro Jaya setelah Roy diperiksa selama tiga kali.

Adapun Roy sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut ujaran kebencian sejak 22 Juli 2022. Dia sempat tidak ditahan dalam pemeriksaan pada pekan lalu. Namun, kali ini, ia akhirnya dibantarkan ke dalam jeruji besi.

"Mulai malam hari ini terhadap saudara Roy Suryo Notodiprojo laki-laki usia 52 tahun sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian ini mulai malam ini dilakukan penahanan," kata Kabid humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan saat konferensi pers di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Jumat (5/8/2022) malam WIB.

Baca: Singapura Bantah Buronan Kelas Kakap Apeng Kabur ke Negaranya

Zulpan menerangkan, Roy dimasukkan ke dalam sel selama 20 hari ke depan. Penahanan itu dilakukan karena ada kekhawatiran dari penyidik yang bersangkutan bakal menghilangkan barang bukti dan lain sebagainya. Zulpan menegaskan, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP.

Tidak hanya itu, kata Zulpan, penyidik juga menyita akun Twitter dan sejumlah barang bukti yang terkait kasus tersebut. "Kemudian beberapa barang bukti yang disita mulai malam ini terkait tindak pidana ini di antaranya adalah akun Twitter saudara Roy Suryo, handphone saudara Roy Suryo, dan handphone dari saksi atas nama Ade Suhendrawan," jelas Zulpan.

Roya dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia juga disangkakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama dan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946. Roy tiba di Markas Polda Metro Jaya sekitar pukul 13.00 WIB.

Baca: Kejakgung Buru Apeng, Buronan Koruptor Terbesar yang Lari ke Singapura

Sebelumnya, Zulpan menegaskan, Polda Metro Jaya berusaha menegakkan aturan berlaku. Karena itu, pihaknya membantah jika pemeriksaan yang dilakukan kepada Roy imbas viralnya foto eks politikus Partai Demokrat itu ketika menghadiri acara konvoi mobil dalam keadaan sakit.

"Polri ini tidak ada terpengaruh dengan berita-berita itu tidak ada hubungannya. Jadi kita ini murni penegakan hukum dan dalam rangka proses yang dijalani Roy Suryo ini ada beberapa keterangan yang masih diperlukan oleh penyidik sehingga dipanggil hari Jumat," ucap Zulpan.

Di sisi lain, ada juga kasus yang menyita perhatian publik. Hal itu lantaran Polda Metro Jaya tidak tergerak sedikit pun menahan aktivis Ade Armando. Dalam perkara ujaran penistaan agama, Ade dilaporkan oleh seorang warga bernama Johan Khan karena cicitan tersangka melalui media sosial (medsos).

Ade menuliskan "Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, China, Hiphop, Blues". Ade membuat status melalui medsos Facebook dan Twitter dengan akun @adearmando1 pada 20 Mei 2015.

Baca: Sudah Dua Hari, Twitwar @PartaiSocmed Versus Prof Henri Subiakto Makin Memanas

Hanya saja, Johan baru melaporkan dosen komunikasi Universitas Indonesia (UI) tersebut pada 2016. Johan mendesak Ade menyampaikan permohonan maaf melalui akun Twitter, tapi tersangka tidak memenuhinya. Dia pun menjadi tersangka berdasarkan delik Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Menurut Johan, Ade sempat menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya. Hanya saja, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Ade pada 20 Februari 2017. Selaku pelapor, Johan lantas mengajukan gugatan praperadilan terhadap penerbitan SP3 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Menurut Johan, penerbitan SP3 tersebut janggal.

Dia mengaku, gugatannya kala itu disidangkan dengan baik di PN Jaksel. Hakim pun memutuskan bahwa para ahli yang dihadirkan Polda Metro Jaya tidak konsekuen. Pada pemeriksaan ulang mereka menetapkan ada unsur pidana dalam cicitan Ade Armando.

Namun, pada pemeriksaan selanjutnya mereka justru menangkis pernyataan tersebut dan berpendapat tidak ada unsur penodaan agama oleh Ade. Hakim tunggal Aries Bawono Langgeng pun memutuskan menerima permohonan praperadilan dari Johan Khan pada Senin, 4 September 2017.

Johan pun mengungkapkan, jika kasus yang dilaporkannya belum juga ditangani kembali oleh polisi hingga saat ini. "Artinya sekarang sudah lima tahun (lebih) menjadi tersangka. Ini kan tidak adil bagi kedua pihak. Beliau (Ade Armando) juga dirugikan," kata Johan kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Pada medio April 2022, kepada Republika, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, status tersangka Ade hingga saat ini masih belum hilang, meski tidak ditahan. Hal itu merespons Ade yang masih berakivitas bebas di luar dan tidak ditahan Polda Metro Jaya meski berstatus tersangka kasus penistaan agama sejak 2017.

Kondisi itu membuat warganet dan sebagian kalangan menganggap Ade kebal hukum dan mendapatkan keistimewaan di mata aparat hukum. "Sepanjang belum ada penghentian penyidikan (SP3) status TSK (tersangka) itu tetap melekat," kata Fickar.

Baca: Foto HRS Bertemu Gus Najih dan Habib Taufiq Beredar di Lini Masa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement