Kamis 04 Aug 2022 20:20 WIB

Kasus Penimbunan Beras Bansos Disebut Bisa Masuk Kategori Tipikor

Kasus ini masih terlalu prematur untuk dianggap berindikasi sebuah tindak pidana

Rep: dadang kurnia/ Red: Hiru Muhammad
Warga menunjukkan penemuan beras diduga bansos presiden di Kawasan Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat (31/7/2022). Penemuan barang diduga bansos presiden untuk warga terdampak COVID-19 yang tertimbun di dalam tanah itu terungkap setelah ahli waris pemilik lahan melakukan penggalian menggunakan alat berat dan tengah ditangani Polrestro Depok.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Warga menunjukkan penemuan beras diduga bansos presiden di Kawasan Kampung Serab, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat (31/7/2022). Penemuan barang diduga bansos presiden untuk warga terdampak COVID-19 yang tertimbun di dalam tanah itu terungkap setelah ahli waris pemilik lahan melakukan penggalian menggunakan alat berat dan tengah ditangani Polrestro Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Ahli hukum pidana Universitas Airlangga (Unair) Iqbal Felisiano menanggapi temuan timbunan bantuan sosial (Bansos) berupa beras yang menggemparkan masyarakat. Menurutnya, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan terkait temuan timbunan beras Bansos tersebut.

Artinya, masih diperlukan pendalaman dan proses hukum untuk menentukan apakah kasus ini merupakan tindak pidana atau tidak. “Langkah kepolisian untuk memanggil pihak-pihak yang berkaitan dengan penimbunan beras Bansos ini sudah tepat,” kata Iqbal di Surabaya, Kamis (4/8/2022).

Baca Juga

Mengingat sumber pendanaan Bansos yang ditimbun adalah APBN,  terdapat kemungkinan tindakan ini merupakan tindak pidana korupsi. Meskipun demikian, Iqbal berpendapat kasus ini masih terlalu prematur untuk dianggap memiliki indikasi sebagai sebuah tindakan pidana.

Selain itu, kata Iqbal, masih diperlukan pendalaman terkait dengan motif pelaku. Terdapat kemungkinan pelaku melakukan tindakan tersebut demi keuntungan diri sendiri atau orang lain. Kemungkinan lain, terdapat oknum yang ingin mencitrakan bahwa Bansos tersebut telah disalurkan, padahal dalam realita belum sama sekali.

“Sehingga ia (oknum) mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang seolah-olah selesai ia lakukan” ujar Iqbal. 

Kemungkinan lain yang melatarbelakangi penimbunan Bansos itu, sambungnya, adalah upaya penghilangan barang bukti dari tindak pidana korupsi. Dalam dunia hukum, hal ini disebut dengan obstruction of justice. Jika demikian, maka kejadian ini bisa dikategorikan dalam tindak pidana korupsi. “Tapi sekali lagi, masih prematur untuk menentukan kasus penimbunan yang terjadi merupakan tindak pidana korupsi,” kata Iqbal.

Mengenai kemungkinan adanya kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus ini, Iqbal berpendapat harus ada penilaian lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pembuktian yang dimaksud bisa dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, bisa dilakukan penelusuran penerima bantuan sosial yang ditimbun. “Apakah pihak-pihak yang seharusnya menerima bantuan tersebut telah menerima sebagaimana yang dilaporkan oleh pihak yang bertugas mendistribusikan,” ujarnya.

Cara kedua, lanjutnya, adalah dengan melakukan pengecekan terhadap penyaluran. Data penyaluran Bansos yang ada merupakan data cerminan realita, ataukah hanya dibuat sekenanya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan pula dilakukan cara-cara lain yang legal di mata hukum.“Atau dengan cara-cara lain yang sah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” kata Iqbal.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement