Kamis 04 Aug 2022 16:58 WIB

Saudi: Bahaya Penyebaran Senjata Nuklir Ancam Timur Tengah

Saudi menekankan perlunya menghadapi proliferasi nuklir di Timur Tengah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Arab Saudi mengatakan, bahaya penyebaran senjata nuklir mengancam Timur Tengah.
Foto: Planet Labs PBC via AP
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Arab Saudi mengatakan, bahaya penyebaran senjata nuklir mengancam Timur Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Arab Saudi mengatakan, bahaya penyebaran senjata nuklir mengancam Timur Tengah. Terkait hal itu, ia secara khusus menyoroti nonaksesi Israel dalam Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir serta aktivitas nuklir Iran.

“Bahaya penyebaran senjata nuklir mengancam Timur Tengah dan dunia,” kata Duta Besar Arab Saudi untuk PBB Dr Abdulaziz bin Mohamed Al-Wasel, dikutip laman Middle East Monitor, Kamis (4/8/2022).

Baca Juga

Dia menekankan perlunya menghadapi proliferasi nuklir di Timur Tengah. Al-Wasel berpendapat, tak bergabungnya Israel dalam Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir memperkuat risiko proliferasi nuklir.

Bahaya proliferasi nuklir juga ditimbulkan Iran. “Kurangnya transparansi Iran dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) melanggar Piagam PBB,” ucap Al-Wasel.

Ia menegaskan, membersihkan Timur Tengah dari senjata nuklir adalah tanggung jawab bersama. Arab Saudi, kata Al-Wasel, mendukung perluasan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.

Bulan lalu, Kepala Dewan Strategis Iran untuk Hubungan Luar Negeri Kamal Kharrazi telah mengakui bahwa negaranya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dan membuat bom nuklir. Namun dia menyebut, Iran belum memutuskan apakah akan mengambil langkah tersebut.

"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen dan kami dapat dengan mudah menghasilkan 90 persen uranium yang diperkaya. Iran memiliki sarana teknis untuk memproduksi bom nuklir, tapi belum ada keputusan oleh Iran untuk membuatnya," kata Kharrazi saat diwawancara Aljazirah, 17 Juli lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement