Rabu 03 Aug 2022 16:56 WIB

Warga Ukraina Berisiko Hadapi Ketegangan Antipengungsi

Pesan antipengungsi sudah menyebar di media sosial negara tetangga Ukraina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
 Kerusakan di lokasi sebuah bangunan tempat tinggal setelah ledakan, di Kyiv, Ukraina, Ahad, 26 Juni 2022. Pengungsi Ukraina kemungkinan akan menjadi korban dari meningkatnya ketegangan dan kampanye disinformasi di negara tuan rumah.
Foto: AP/Nariman El-Mofty
Kerusakan di lokasi sebuah bangunan tempat tinggal setelah ledakan, di Kyiv, Ukraina, Ahad, 26 Juni 2022. Pengungsi Ukraina kemungkinan akan menjadi korban dari meningkatnya ketegangan dan kampanye disinformasi di negara tuan rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Pengungsi Ukraina kemungkinan akan menjadi korban dari meningkatnya ketegangan dan kampanye disinformasi di negara tuan rumah. Badan amal World Vision mengatakan, pesan antipengungsi sudah menyebar di media sosial dan media khusus di negara-negara tetangga Ukraina.

Penulis utama laporan tersebut Charles Lawley mengatakan, kampanye disinformasi akan mengubah sikap jika pelaporan yang salah dibiarkan terus berlanjut. "Sementara kampanye disinformasi, sejauh ini, sebagian besar tidak berhasil karena solidaritas dengan pengungsi dari komunitas tuan rumah tetap kuat, jika dibiarkan, itu akan terus memperburuk kebencian terhadap pengungsi yang kami lihat mulai terwujud," ujar penasihat senior advokasi, kebijakan, dan keterlibatan eksternal di World Vision.

Baca Juga

Dalam laporan sekitar 8,8 juta orang, terutama perempuan, anak-anak dan orang tua, telah meninggalkan Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari. Banyak dari mereka menuju ke negara-negara perbatasan seperti Rumania, Moldova, dan Polandia.

"Pesan yang dapat memicu ketegangan antipengungsi sudah menyebar di Rumania, Moldova, Polandia dan di seluruh Eropa tengah dan timur,” kata laporan itu dikutip dari The Guardian.

Badan tersebut menyatakan, beberapa faktor dapat menyebabkan putusnya hubungan dengan masyarakat lokal. Salah satunya laporan palsu yang membesar-besarkan berapa banyak bantuan yang diterima pengungsi dibandingkan dengan masyarakat lokal. Ada pula informasi yang menghubungkan pengungsi dengan kejahatan kekerasan dan ekstremisme politik.

"Meskipun belum menjadi masalah besar, ketegangan mulai berkembang di beberapa negara tuan rumah. Anak-anak mungkin menghadapi risiko seperti pelecehan verbal dan fisik antara pengungsi dan komunitas tuan rumah, perdagangan manusia dan lebih banyak lagi pada awal Februari 2023," ujar laporan tersebut.

World Vision mendesak, masyarakat internasional perlu bertindak sekarang untuk mencegah situasi memburuk ke tingkat berbahaya seperti di Lebanon dan Bangladesh. Dalam konteks seperti Lebanon, yang memiliki cukup banyak pengungsi Suriah, dan Bangladesh yang memiliki sebagian besar pengungsi Rohingya di dunia dari Myanmar, disinformasi sebagian besar tidak terkendali dan menjadi arus utama dan telah menambah ketegangan yang sangat tinggi.

"Studi kasus kami menunjukkan pola yang sebagian besar diikuti oleh arus masuk pengungsi Ukraina," kata Lawley.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement