Jumat 29 Jul 2022 20:06 WIB

Indonesia Gandeng Korea Selatan Dorong Peningkatan Investasi Hijau

Kerja sama Indonesia Korsel termasuk alih teknologi demi terwujudnya investasi hijau

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyambut positif rencana investasi Posco Korea Selatan (Korsel) senilai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52,2 triliun. Hal ini disampaikan Erick saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Investasi RI/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, dan CEO Posco Kim Hag Dong di Seoul, Korsel, Kamis (28/7).
Foto: istimewa
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyambut positif rencana investasi Posco Korea Selatan (Korsel) senilai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52,2 triliun. Hal ini disampaikan Erick saat mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Investasi RI/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim, dan CEO Posco Kim Hag Dong di Seoul, Korsel, Kamis (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia berkolaborasi dengan Pemerintah Korea Selatan dalam mendorong peningkatan investasi hijau berkelanjutan melalui nota kerja sama antara Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, dan Energi atau Ministry of Trade, Industry, and Energy (MOTIE).

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bersama Menteri MOTIE Lee Chang-Yang menandatangani nota kerja sama tersebut pada Kamis (28/7) di Seoul, Korea Selatan, disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Republik Korea Yoon Seok yeol.

Kolaborasi antara kedua pemerintahan ini dilakukan guna meningkatkan dan memfasilitasi kegiatan kerja sama yang saling menguntungkan, seperti investasi, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas demi mempercepat terwujudnya investasi hijau berkelanjutan. Bahlil optimis, kerja sama yang dilakukan ini dapat mempercepat pertumbuhan investasi hijau berkelanjutan di Indonesia.

Ia menyampaikan, Indonesia dan Korea Selatan telah memiliki hubungan bilateral sangat baik, khususnya terkait investasi. “Kami berkomitmen secara konsisten  memberikan dukungan penuh kepada investor Korea Selatan mulai dari awal perizinan sampai pengawasan hingga terealisasi investasinya. Ini berlaku bagi calon investor maupun yang sudah eksisting di Indonesia saat ini. Investor dari Korea Selatan silakan datang, bawa modal dan teknologi, kami siap fasilitasi,” ujarnya.

Bahlil mengungkapkan, investor asal Korea Selatan telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi Indonesia dalam mewujudkan transformasi ekonomi. Di antaranya diwujudkan dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. 

MOTIE akan memfasilitasi investasi dari Korea Selatan yang memiliki modal dan teknologi mutakhir untuk mengembangkan investasi hijau berkelanjutan, serta memberikan dukungan teknologi yang tepat untuk ditransfer ke pemerintah Indonesia dan sektor swasta. Menteri MOTIE Lee Chang-Yang menyambut baik atas terjalinnya kerja sama dengan Kementerian Investasi/BKPM.

Lee mengaku optimis kerja sama yang sudah dan akan terjalin ini dapat memberikan dampak positif bagi kedua pihak, khususnya di bidang investasi. “Kami sangat berterima kasih kepada Menteri Investasi atas dukungan dan fasilitasi yang diberikan kepada investor asal Korea Selatan selama ini. Kami senang dapat berkontribusi pada perkembangan investasi hijau di Indonesia, dan kami harap hubungan kerja sama ini dapat terus berjalan serta saling menguntungkan,” ujar dia.

Nota kerja sama antara Kementerian Investasi/BKPM dan MOTIE ini selain mengembangkan dan mentransfer teknologi dalam investasi hijau berkelanjutan, juga terkait pertukaran peluang investasi dan kebijakan yang relevan tentang pengembangan investasi hijau. Sekaligus mempromosikan dan memfasilitasi kegiatan kerja sama investasi yang bergerak di sektor industri dan energi hijau, seperti ekosistem kendaraan listrik, baterai, semi-konduktor, dan energi terbarukan.

Investasi hijau berkelanjutan berupa pengembangan ekosistem kendaraan listrik asal Korea Selatan di Indonesia direalisasikan melalui kerja sama antara konsorsium perusahaan Korea Selatan. Di dalamnya termasuk LG, Hyundai, KIA, dan Posco dengan BUMN Indonesia IBC (Indonesia Battery Corporation). 

Kerja sama ini meliputi pembangunan industri baterai listrik terintegrasi dimulai dari pertambangan dan peleburan (smelter) nikel yang berlokasi di Halmahera, Maluku Utara hingga industri pemurnian (refinery), industri prekursor dan katoda, serta perluasan industri sel baterai yang akan dibangun di KIT Batang, Jawa Tengah, hingga industri daur ulang baterai listriknya, dengan  total rencana investasi mencapai Rp 142 triliun. Implementasi tahap pertama groundbreaking pembangunan pabrik sel baterai kendaraan listrik telah dilakukan di Karawang, Jawa Barat pada 15 September 2021 lalu.  

Saat ini, pembangunan tersebut memasuki tahap konstruksi yang telah terealisasi sebesar 50 sampai 60 persen dari total target kapasitas produksi 10 giga watt dengan nilai investasi sebesar 1,1 miliar dolar AS. Adapun pada 8 Juni 2022, telah dimulai pembangunan tahap kedua industri baterai listrik terintegrasi ini di KIT Batang, Jawa Tengah.

Selain itu, dalam pengembangan pabrik produksi kendaraan listrik, Hyundai juga telah merealisasikan investasinya yang mencapai nilai 1,5 miliar dolar AS di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang telah mulai berproduksi sejak Januari 2022 dengan kapasitas produksi saat ini mencapai 150 ribu unit per tahun. Data Kementerian Investasi/BKPM menunjukkan, Korea Selatan sendiri saat ini menempati peringkat ke-5 dalam realisasi investasi di Indonesia berdasarkan negara untuk periode 2017 sampai semester pertama 2022 mencapai 9,08 miliar dolar AS. 

Nilai tersebut didominasi oleh investasi pada sektor manufaktur yaitu industri kendaraan bermotor yang mencapai 1,7 miliar dolar AS. Kemudian disusul oleh sektor listrik, gas, dan air sebesar 1,35 miliar dolar AS, industri mesin, elektronik, instrumen kedokteran, peralatan listrik, presisi, optik, dan jam sebesar 0,92 miliar dolar AS, industri barang dari kulit dan alas kaki sebesar 0,86 miliar dolar AS, serta industri kimia dan farmasi sebesar 0,85 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement