Sabtu 30 Jul 2022 09:13 WIB

Sejumlah Atlet Tim Liga Rugby Australia Boikot Pertandingan karena Kaus Edisi LGBTQ+

Sejumlah Atlet Tim Liga Rugby Australia Boikot Pertandingan karena Kaus Edisi LGBTQ+

Red:
Sejumlah Atlet Tim Liga Rugby Australia Boikot Pertandingan karena Kaus Edisi LGBTQ+
Sejumlah Atlet Tim Liga Rugby Australia Boikot Pertandingan karena Kaus Edisi LGBTQ+

Sejumlah atlet rugby dari tim Manly Warringah Sea Eagles yang bermarkas di pesisir pantai utara Sydney, Australia, memilih tidak memperkuat timnya dalam pertandingan semalam (28/07).

Rencana boikot para pemain itu telah disampaikan mereka sejak awal pekan ini setelah Manly, sebutan tim tersebut, meluncurkan kaus jersey edisi LGBTQ+ dengan desain pelangi yang menggantikan garis putih pada desain sebelumnya.

Kieran Foran, Reuben Garrick dan Sean Keppie termasuk di antara atlet yang tampil saat peluncuran jersey  tersebut, tetapi pemain lain mengklaim bahwa mereka baru mengetahui tentang perubahan itu melalui media sosial pada Minggu (24/07) malam.

Tujuh pemain lainnya, Josh Aloiai, Jason Saab, Christian Tuipulotu, Josh Schuster, Haumole Olakau'atu, Tolutau Koula dan Toafofoa Sipley, mengundurkan diri dari pertandingan National Rugby League daripada memakai jersey baru mereka.

Alasan penolakan mereka, selain karena merasa tidak dikonsultasikan dengan manajemen klub saat keputusan diambil, juga karena alasan keyakinan agama yang mereka anut.

Sebagian besar di antaranya adalah atlet dari negara-negara di Pasifik, yang digambarkan sebagai fanatik oleh beberapa orang yang tidak mengakui pandangan agama dan budaya mereka.

Tetapi jumlah atlet Pasifika ini mencapai 50 persen di daftar pemain, menjadikan liga rugby Australia lebih unik di antara semua olahraga populer lainnya di Australia.

Sikap para pemain ini telah memicu diskusi yang luas di masyarakat Australia selama beberapa hari terakhir.

Sebagian melontarkan pertanyaan umum seperti: 'Ini tahun 2022, apa masalah mereka?'

Namun dalam kolom analisisnya, jurnalis senior olahraga ABC, Tracey Holmes menulis pertanyaan seperti itu telah menggambarkan "seolah-olah kita secara ajaib telah mencapai suatu masa di mana tantangan kompleks dari masyarakat yang beragam tidak boleh ada lagi."

Menurutnya, ada ironi di setiap kelompok yang menyerukan toleransi yang hanya berjalan satu arah.

Pelatih tim mengakui penanganan yang salah

Saat tidak ada satu orang pun dari manajemen Manly yang maju berkomentar atas kasus ini, pelatih Manly, Des Hasler dan kapten tim, Daly Cherry-Evans, yang akhirnya tampil dan menyampaikan permintaan maaf atas nama tim untuk "kesalahan signifikan" yang dilakukan klub dalam menangani situasi yang sensitif ini.

"Sedihnya, penerapan dari niat yang sangat penting dan bisa membuka inisiatif lain ini telah dilakukan dengan sangat buruk," ujar Hasler.

"

"Dan itu telah mengakibatkan kebingungan, ketidaknyamanan, dan rasa sakit yang signifikan untuk banyak orang, khususnya mereka yang hak asasinya juga berusaha kami dukung."

"

Kebijakan inklusi NRL, mungkin lebih dari olahraga lainnya, dengan mencantumkan banyak aspek dan label:

"

NRL berkomitmen untuk menjadi organisasi inklusif yang terbuka untuk semua anggota komunitas Australia tanpa memandang usia, ras, agama, warna kulit, keturunan, kebangsaan, asal etnis, jenis kelamin, seksualitas, status perkawinan, status sebagai orangtua, disabilitas. atau status HIV/AIDS atau atribut lain yang dapat menyebabkan orang merasa dikucilkan atau terisolasi".

"

Ian Roberts adalah atlet klub Manly yang pada 1995 menjadi atlet liga rugby pertama yang mengumumkan dirinya gay secara terbuka.

"Alasan saya di klub ini adalah karena saya merasa aman," kata Roberts.

Kegembiraannya saat mendengar Manly akan mengenakan kaus pelangi minggu ini menjadi sedikit padam saat ia mendengar penolakan dari sejumlah pemain.

Namun, dia mengatakan dia tidak memusuhi para pemain yang memutuskan untuk tidak memakainya dan memilih untuk tidak mengikuti pertandingan.

"Saya mendengar permintaan maaf [pelatih] Dessie dan [kapten] Daley Cherry-Evans... Saya pikir pengakuan dan ketulusan dan keaslian itu luar biasa," ujar Roberts yang adalah mantan rekan satu tim Des Hasler.

"

"Saya sepenuhnya menghormati para pemain yang memilih untuk tidak bermain, dan hak mereka untuk tidak bermain, dengan keyakinan agama mereka."

"

'Rasa hormat adalah kuncinya'

Menurut Dr David Lakisa, direktur pelaksana Talanoa Consultancy, sebuah perusahaan pelatihan dan pengembangan yang membantu organisasi lebih memahami, mendukung, dan melibatkan orang-orang Pasifik, rasa hormat adalah kuncinya,

"Dalam budaya Pasifik, rasa hormat adalah nilai fundamental," katanya kepada The Ticket.

"Ini didukung oleh konsep Pan-Pasifik yang disebut 'va', yang merupakan ruang relasional suci antara tempat-tempat orang."

"Ini berarti menciptakan ruang bersama untuk menghormati diri sendiri, orang lain, ruang dan lingkungan."

Pada tahun 2007, Dr Lakisa ditunjuk sebagai petugas pembinaan dan pengembangan Kepulauan Pasifik pertama di Australia untuk Liga Rugby NSW. 

Meskipun dia belum berbicara langsung dengan salah satu pemain yang terlibat dalam urusan Manly, dia mengatakan dia mengerti dari mana mereka berasal.

"Seperti banyak karyawan di tempat kerja, untuk para pemain ini, mereka menemukan keyakinan budaya dan agama mereka, sebagiannya bertentangan dengan ekspektasi mereka sebagai karyawan.

"Budaya Pasifik, seperti banyak kelompok budaya lainnya, didasarkan pada jaringan kekerabatan keluarga, spiritualitas, budaya, rasa hormat, dan timbal balik.

Menurut Dr Lakisa, para pemain tidak akan berniat membuat kehebohan seperti itu, apalagi di budaya Tonga dan Samoa, juga dikenal adalah individu yang mengidentifikasi diri mereka memiliki gender ketiga atau peran non-biner.

"Mereka tidak bermaksud untuk membahayakan atau menciptakan perpecahan, lagi pula mereka bekerja dan beroperasi dalam lingkungan kinerja yang berorientasi pada tim .

"

"Yang penting di sini adalah merumuskan dan merancang bersama cara untuk membangun kepercayaan di tempat kerja sehingga semua orang yang terlibat merasa aman dan terlindungi dalam keyakinan pribadi dan kolektif mereka."

"

Ketua Liga Rugby Australia Peter V'landys juga berbicara tentang rasa hormat dan mengatakan permainan akan terus berproses menuju inklusi dari segala arah.

"

"Saya menghormati pilihan para pemain. Mereka memiliki perbedaan agama dan budaya. Namun, izinkan saya mengatakan ini, satu hal yang kami banggakan di liga rugby adalah kami memperlakukan semua orang sama, kami semua manusia, tidak peduli apa warna kulitmu, tidak peduli apa orientasi seksualmu, tidak peduli apa rasmu, kita semua sama."

"

Jika komunitas hanya diukur pada semua orang yang setuju, hanya sedikit yang akan bertahan.

Dalam pertandingan yang tidak dihadiri tujuh orang pemainnya semalam (28/07), Manly kalah 10-20 dari klub satu kotanya, Sydney Roosters.

Meski Manly masih bertahan di papan tengah klasemen liga, harapan mereka untuk masuk ke delapan besar nampaknya harus terkubur.

Sementara itu pemilik Manly Sea Eagles, Scott Penn, mengatakan akan memiliki kaus jersey inklusi lagi di tahun 2023 namun dengan melibatkan dan mengkonsultasikannya dengan semua pemain.

Artikel ini dirangkum dan diproduksi oleh Hellena Souisa dari beberapa tulisan ABC News

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement