Kamis 28 Jul 2022 19:37 WIB

Makmum Sholat Wajib di Belakang Imam Sholat Sunnah, Apakah Sah?

Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan sholat sendirian

Ilustrasi sholat. Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan sholat sendirian
Foto: ANTARA/Aji Styawan
Ilustrasi sholat. Sholat berjamaah lebih utama dibandingkan dengan sholat sendirian

Oleh : Ustadz Yendri Junaidi Lc MA, dosen STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang, alumni Al-Azhar Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terkadang dalam sholat berjamaah, kita kerap ikut sholat di belakang imam yang sedang sholat sunnah. Apakah sholat wajib bermakmum di belakang imam yang sedang sholat sunnah dianggap sah   

Mazhab Syafi’iyyah mengatakan sah. Dalilnya adalah hadits Muadz bin Jabal ra. Ia sholat bersama Nabi Saw. Kemudian ia pulang menuju kaumnya dan sholat bersama mereka sebagai imam.

Ulama Syafi’iyyah menyimpulkan bahwa sholat Muadz bersama Nabi SAW adalah fardhu. Sementara shalatnya bersama kaumnya adalah sunnah, dan ia bertindak sebagai imam. 

Akan tetapi Mazhab Hanafiyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak sah. Mengapa? Pertama, hadits sahih yang sangat populer, yaitu sebagai berikut:  

إنما جعل الإمام ليؤتم به فلا تختلفوا عليه “Imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka jangan kalian berbeda dengannya.” 

Kalau makmum sholat fardhu sementara imamnya sholat sunnah, bukankah mereka sudah berbeda dalam rukun yang paling penting, yaitu niat? 

Kedua, hadits Abu Hurairah ra yang diriwayatkan Abu Dawud:

الإمام ضامن “Imam itu menjamin.”

Artinya, sholat imam sudah mencakup dan menjamin sholat makmum. Jaminan dalam hal ini berlaku untuk sesuatu yang di bawahnya, bukan di atasnya.

Jelas sholat fardhu di atas dari sholat sunnah, karena itu ulama sepakat bahwa sholat sunnah di belakang orang yang sholat fardhu adalah sah.

Adapun sebaliknya, sholat fardhu di belakang orang yang sholat sunnah, ini yang menjadi khilafiyyah. Di samping itu cukup banyak perbedaan yang bersifat esensial antara sholat fardhu dengan sholat sunnah. 

Kalau begitu, bagaimana dengan hadits Muadz? Bukankah itu jelas bahwa Muadz sholat lagi bersama kaumnya setelah ia sholat bersama Nabi SAW? 

Kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah mengatakan, sholat yang dilakukan oleh Muadz bersama kaumnya itulah sholat fardhu.

Sementara sholat yang ia lakukan bersama Nabi SAW adalah dengan niat nafilah (sunnah). Mengapa demikian?

Hal ini karena Nabi SAW yang memerintahkan Muadz untuk mengimami kaumnya agar Muadz tidak ketinggalan fadhilah sholat bersama Nabi, ia juga ikut sholat sebagai makmum sambil belajar dan mengamati cara sholat Nabi SAW.

Kita kembali kepada Syafi’iyyah yang membolehkan orang yang sholat fardhu mengikuti (berimam kepada) orang yang sholat sunnah. 

Bukankah hadits shahih di atas menegaskan bahwa imam itu untuk diikuti dan makmum tidak boleh berbeda dengan imam? 

Benar. Namun, menurut Syafi’iyyah maksud dari “Jangan kalian (makmum) berbeda dengannya (imam)” adalah jangan berbeda dalam gerakan sholat.

Ketika imam sudah rukuk maka makmum mesti segera rukuk, tidak boleh terus berdiri. Ketika imam sujud maka makmum harus segera sujud, dan seterusnya. 

Manakah pendapat yang lebih kuat? 

Kalau sudah sampai pada pertanyaan ini berarti kita akan masuk ke dalam wilayah tarjih. Untuk melakukan tarjih tidaklah semudah yang dibayangkan, seperti yang dilakukan penulis, setelah ia menjabarkan berbagai pendapat ulama, ia menutupnya dengan kalimat seperti: 

الراجح هو الرأي الثاني لقوة أدلته “Yang rajih adalah pendapat kedua karena dalil yang digunakan kuat.”   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement