Kamis 28 Jul 2022 17:12 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Awasi Penanganan Kasus Brigadir J

Koalisi Masyarakat Sipil meminta penanganan kasus ini dilakukan secara transparan.

Kerabat memegang foto almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J saat pemakaman kembali jenazah setelah autopsi ulang di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Autopsi ulang yang berlangsung selama enam jam itu dilakukan atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus.
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Kerabat memegang foto almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J saat pemakaman kembali jenazah setelah autopsi ulang di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Autopsi ulang yang berlangsung selama enam jam itu dilakukan atas permintaan keluarga dalam mencari keadilan dan pengungkapan kasus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan berharap kasus kematian  Brigadir Nofriansyah Jhosua Hutabarat atau Brigadir J bisa diselesaikan secara profesional, transparan dan akuntabel. Penanganan kasis ini diharapkan menjadi penegasan  reformsi di tubuh Polri.

Direktur PBHI, Julius Ibrani mengatakan, koalisi menilai kematian Brigadir J menjadi sorotan publik beberapa hari belakangan ini. Tentu perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan organisasi Polri untuk menyelesaikannya.

"Proses hukum terhadap kasus ini perlu dilakukan secara transparan dan akuntabel serta menjadi  penegaskan kembali akan reformasi Polri,” kata Julius, dalam siaran pers, Kamis (28/7).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merupakan gabungan sejumlah lembaga sipil, di antaranya Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia (PBHI),  Imparsial dan  Human Rights Working Group (HRWG) Kontras, ICW, YLBHI, ICJR, Setara Institute, Elsam, Public Virtue, Centra Initiative, LBH Pers, LBH Masyarakat dan Walhi

Reformasi, lanjut Julius Ibrani, mensyaratkan perlunya penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia.  Dalam kerangka reformasi sektor keamanan tersebut, institusi kepolisian sebagai bagian dari institusi penegakkan hukum perlu menjalankan tugas dan fungsinya secara professional, akuntabel dan transparan.

Menurut dia, perjalanan reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Salah satu persoalan yang perlu di benahi adalah penggunaan kekuatan dan penyalahgunaan kewenangan yang tidak proporsional dan berlebihan, yang berdampak pada terjadinya aksi-aksi kekerasan dan tindakan sewenang-wenang lainnya.

Dalam kasus kematian Brigadir Jhosua, peneliti senior Imparsial, Al Araf meminta agar berbagai fakta-fakta hukum yang terjadi perlu di buka secara terang benderang kepada masyarakat. Kasus ini tidak boleh ada yang di tutup-tutupi.

Koalisi, lanjut dia, menilai beragam spekulasi dan kejanggalan yang berujung pada pertanyaan di publik dan keluarga korban terkait dengan kasus ini, perlu di jawab secara transparan dan akuntabel oleh tim yang telah di bentuk oleh Polri.

Kerja tim dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi perhatian serius oleh masyarakat sehingga pengawasan oleh masyarakat menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus.

Sementara Direktur HRWG, Daniel Awigra mengatakan peran-peran lembaga pengawasan eksternal seperti Kompolnas dan Komnas HAM perlu melakukan pengawasan yang efektif terhadap kasus ini. Lembaga-lembaga eksternal itu perlu bekerja secara professional dan penting untuk menjaga jarak di dalam melakukan pengawasannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement