Jumat 29 Jul 2022 01:29 WIB

AS Tambah Stok Vaksin Monkeypox Sebanyak 786 Ribu Dosis

AS sudah mencatatkan lebih dari 3.500 kasus cacar monyet

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Cacar monyet atau monkeypox. Ilustrasi
Foto: Pixabay
Cacar monyet atau monkeypox. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) akan menyediakan 786 ribu dosis vaksin cacar monyet tambahan untuk departemen kesehatan di negaranya. Sejauh ini, Negeri Paman Sam sudah mencatatkan lebih dari 3.500 kasus penyakit tersebut.

Badan Obat dan Makanan AS (FDA) mengungkapkan, mereka telah menyelesaikan sertifikasi vaksin Jynneos di fasilitas Bavarian Nordic di Denmark. “Mengingat kebutuhan kesehatan masyarakat yang muncul, FDA sebelumnya memfasilitasi pengiriman dosis yang diproduksi ke AS sehingga mereka akan siap untuk didistribusikan setelah perubahan manufaktur disetujui,” katanya, Rabu (27/7/2022), dikutip laman the Independent.

Baca Juga

“Dengan persetujuan tambahan ini, dosis yang diproduksi itu sekarang dapat didistribusikan dan diberikan lebih lanjut. Dosis tambahan yang diproduksi di pabrik ini dapat membantu memenuhi kebutuhan vaksin untuk terus maju,” kata FDA menambahkan.

Pada Rabu lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, lebih dari 18 ribu kasus monkeypox atau cacar monyet sudah ditemukan di 78 negara. Tingkat penyebaran atau infeksi tertinggi terjadi di Eropa, yakni melampaui 70 persen. Sementara di Amerika sebesar 25 persen.

Dari keseluruhan kasus yang dikonfirmasi, lima pasien telah meninggal akibat penyakit tersebut. Sedangkan sekitar 10 persen dari total kasus memerlukan rawat inap untuk mengatasi gejala dan rasa sakit yang ditimbulkan cacar monyet.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, saat ini 98 persen kasus cacar monyet di dunia dialami laki-laki pelaku homoseksual. Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa penyakit tersebut bisa menginfeksi siapa saja. “Itulah sebabnya WHO merekomendasikan agar negara-negara mengambil tindakan untuk mengurangi risiko penularan ke kelompok rentan lainnya, termasuk anak-anak, ibu hamil, dan mereka yang mengalami imunosupresi,” ucapnya.

Ghebreyesus menjelaskan, selain penularan melalui aktivitas seksual, cacar monyet juga dapat menyebar di rumah tangga melalui kontak dekat antar-manusia. Misalnya, berpelukan dan berciuman, serta handuk atau tempat tidur yang terkontaminasi. “Ini adalah wabah yang dapat dihentikan jika negara, komunitas, dan individu menginformasikan diri mereka sendiri, merespons risiko dengan serius, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghentikan penularan dan melindungi kelompok rentan,” katanya.

Dia memperingatkan, stigma dan diskriminasi terhadap mereka yang terinfeksi sama berbahayanya dengan virus apa pun. “Seperti yang telah kita lihat dengan Covid-19, informasi yang salah dan disinformasi dapat menyebar dengan cepat secara daring. Jadi kami meminta platform media sosial, perusahaan teknologi, serta organisasi berita untuk bekerja sama dengan kami untuk mencegah dan melawan informasi berbahaya,” katanya.

Menurut Ghebreyesus, saat ini WHO belum menyarankan vaksinasi massal cacar monyet. Dia mengungkapkan, WHO merekomendasikan vaksinasi hanya kepada kelompok rentan dan mereka yang menjalin kontak dengan individu terinfeksi. Satu vaksin cacar, MVA-BN, telah disetujui di Kanada, AS dan Uni Eropa untuk digunakan melawan cacar monyet.

WHO mengatakan, dua vaksin lain, yakni LC16 dan ACAM2000 juga sedang dipertimbangkan penggunaannya. Pada 23 Juli lalu WHO menetapkan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global. Saat diumumkan, WHO sudah mencatatkan penemuan lebih dari 16 ribu kasus penyakit tersebut di seluruh dunia.

Saat ini muncul dugaan bahwa hubungan homoseksual menjadi pemicu utama penyebaran cacar monyet di Eropa dan Amerika. Sebelumnya penyakit tersebut diketahui hanya endemik di Afrika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement