Rabu 27 Jul 2022 11:13 WIB

Dapur Umum Penolong Warga Miskin Sri Lanka

Kelangkaan bahan bakar dan inflasi menyeret Sri Lanka ke krisis ekonomi terburuk.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Orang-orang berjalan kaki untuk bekerja di pagi hari di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 25 Juli 2022. Krisis ekonomi Sri Lanka telah membuat 22 juta orang negara itu berjuang dengan kekurangan bahan pokok, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Orang-orang berjalan kaki untuk bekerja di pagi hari di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 25 Juli 2022. Krisis ekonomi Sri Lanka telah membuat 22 juta orang negara itu berjuang dengan kekurangan bahan pokok, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Tanpa bahan bakar dan tanpa uang untuk makanan, HG Indrani dan keluarganya yang terdiri dari sembilan orang berjalan dengan susah payah selama satu jam ke dapur umum di Kolombo. Perjalanan jauh ini dilakukan dengan harapan menemukan makanan vegetarian sederhana.

Inflasi makanan yang merajalela, kekurangan kronis gas untuk memasak, dan kelangkaan bensin membuat kehidupan sehari-hari menjadi pertempuran bagi jutaan orang di tengah krisis ekonomi terburuk Sri Lanka sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948. "Tidak ada pemasukan," kata Indrani salah satu dari ratusan orang yang mengantre di siang hari di dapur darurat yang dikelola gereja.

Baca Juga

"Tidak ada makanan hampir sepanjang waktu, kami sangat menderita," katanya.

Harga beras satu kilogram naik menjadi 250 rupee saat ini, padahal enam bulan lalu masih seharga 90 rupee. "Tidak ada makanan di rumah. Kami lebih menderita. Kami hanya ingin makan untuk bertahan hidup," pria 57 tahun itu.

Dua lusin sukarelawan merebus nasi, memotong bawang, dan mengiris daging kelapa saat memasak di atas bakaran kayu karena kekurangan gas. "Kebutuhannya sangat besar," kata COO Bethany Christian Life Centre Akila Alles.

Lembaga keagamaan itu mendirikan dapur di 12 gerejanya dan menyajikan makanan kepada sekitar 1.500 orang setiap hari sejak Juni. "Inflasi sangat tinggi sehingga orang tidak mampu makan. Tanpa gas orang tidak bisa memasak, dan tanpa transportasi orang tidak bisa bekerja," kata Alles.

Program Pangan Dunia di Twitter menyatakan pada pekan ini, kondisi cukup suram sehingga lebih dari lima juta orang Sri Lanka dilaporkan terpaksa melewatkan makan untuk bertahan hidup. Sumbangan datang dari Cina dan Vietnam, dengan seorang biksu Buddha memberikan sumbangan besar berupa beras di gereja.

"Kadang-kadang orang yang datang ke sini tidak punya apa-apa," kata seorang juru masak sukarelawan, KD Irani, sambil mengaduk kuali.

"Saya berusia 66 tahun, tetapi saya belum pernah melihat krisis seperti ini dalam hidup saya. Kami melakukan ini karena mencintai orang-orang," kata Irani.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement