Rabu 27 Jul 2022 05:35 WIB

Kemenkeu: Jumlah Wajib Pajak Meningkat Signifikan Sejak Reformasi

Namun, rasio penerimaan pajak terhadap PDB masih belum optimal.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Petugas pajak melayani warga wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Senin (25/7/2022). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan jumlah wajib pajak meningkat signifikan sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan pada 1983 hingga saat ini.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas pajak melayani warga wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Senin (25/7/2022). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan jumlah wajib pajak meningkat signifikan sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan pada 1983 hingga saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan jumlah wajib pajak meningkat signifikan sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan pada 1983 hingga saat ini.

"Kalau kita lihat, sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan, jumlah wajib pajak pada 1983 masih sekitar 163 ribu, sementara sekarang berada di kisaran 42,51 juta," ungkap Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.

Baca Juga

Saat itu, Yon menuturkan sistem perpajakan Indonesia diubah dari sistem asesmen menjadi Undang-Undang (UU) Perpajakan, yang terjadi dalam rentang waktu 1991 hingga 2000. Kemudian setelah dilaksanakan reformasi birokrasi, Kemenkeu melakukan reformasi perpajakan jilid I selama 2002 hingga 2008.

Berikutnya reformasi perpajakan jilid II pada 2009-20014 dan transformasi kelembagaan pada 2014-2016. Selanjutnya pada 2016-2019 dilakukan reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan, pada 2017 terdapat program reformasi perpajakan, serta Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (PSAP) dan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax pada 2018-2024.

 

Kendati begitu, Yon menyayangkan bahwa secara umum tren rasio perpajakan alias tax ratio Indonesia menurun signifikan sejak tahun 2011. Sehingga dapat diartikan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih belum optimal.

Namun tren penurunan itu dinilai masih cukup dinamis bila memperhitungkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sumber daya alam yang sangat sensitif terhadap perubahan harga komoditas.

Oleh karena itu, Yon menegaskan optimalisasi pajak masih menjadi tujuan utama kebijakan fiskal. Dengan demikian, perbaikan pajak yang dilakukan pemerintah ke depannya meliputi sisi kebijakan dan administrasi.

"Jadi dari dua sisi ini, kami melihat bahwa tax ratio kita masih cukup tertantang. Kemudian di satu sisi kami tentu melihat ada pilihan kebijakan yang kami ambil dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.

Namun di sisi lain, lanjut dia, Kemenkeu juga akan tetap memperhatikan penerimaan pajak yang berkelanjutan di tengah kenaikan pemasukan pajak di tahun 2021, yang kemungkinan berlanjut ke tahun 2022 dengan kenaikan signifikan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement