Selasa 26 Jul 2022 19:23 WIB

Besok, Sidang Putusan Praperadilan Mardani H Maming

Agenda putusan oleh hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo sekitar pukul 13.00 WIB.

Sidang praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Foto: Istimewa
Sidang praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming terkait status tersangka atas perkara pemberian izin usaha pertambangan yang disematkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akan masuk tahap akhir yakni putusan pengadilan.

Hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo dalam sidang beragenda kesimpulan meminta, agar kedua belah pihak, pemohon Mardani Maming dan termohon KPK untuk membacakan kesimpulan. Namun, kedua belah pihak meminta kepada hakim dianggap kesimpulan telah dibacakan.

"Selanjut, acara besok sidang tinggal Keputusan, kita lanjutkan Rabu 28 Juli 2022 sekitar jam 1 agenda pembacaan keputusan, baik pemohon dan termohon untuk hadir tepat waktu," ucap hakim tunggal Hendra Utama dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (26/7/2022).

Dalam persidangan itu, tidak seperti hari-hari biasanya, pada persidangan beragenda kesimpulan banyak petugas KPK dengan atribut rompi bertuliskan KPK memenuhi ruangan pengadilan, setidaknya lebih dari belasan petugas KPK datang melihat suasana pengadilan.

Pada sidang sebelumnya pihak pemohon yang diwakili penasehat hukum Mardani Maming, Denny Indrayana mengatakan, bahwa kasus yang menjeratnya kliennya bukan perkara korupsi seperti yang dituding oleh KPK. Tapi, bisnis to bisnis dengan perusahaan terkait perizinan pertambangan di kabupaten Tanah Bumbu. 

Denny Indrayana juga menyesalkan diterbitkannya Daftar Pencarian Orang atau DPO oleh KPK, meski demikian, DPO tidak mengugurkan praperadilan, sementara belum ada putusan pada sidang praperadilan tersebut.

"Kami pada Senin (25 Juli 2022) telah bersurat jika ternyata ada kondisi hukum proses ini berjalan, kami siap datang segera, setelah putusan (praperadilan) itu dibacakan. Itukan konsekuensi hukum, KPK melakukan langkah itu (DPO), dan dianggap itu benar kami berharap juga hormati pada saat putusan nanti," kata Denny Indrayana.

"Insya Allah kami menang ya berarti status tersangka, pemblokiran, pencekalan, dan lain-lain juga mesti dinyatakan tidak sah. Mari lah kita tunggu sama-sama, kurang 24 jam lagi koq, tidak akan lama lagi kan," sambung dia.

Menilik Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA No 1 Tahun 2018 mengatur secara tegas bahwa pemohon praperadilan yang statusnya tercatat DPO tidak bisa mengajukan praperadilan, apakah itu terkait perkara yang ditangani di instansi aparat hukum lainnya, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK.

"Terkait dengan kasus yang menimpa saudara M Maning, dimana yang bersangkutan sudah mengajukam praperadilan pada 27  Juni 2022. Sedangkan status dia terkait dengan DPO baru ditetapkan sekarang ini," ujarnya.

Lanjutnya, dengan demikian jika mengacu makna dan pemahaman SEMA tersebut, artinya tidak diperbolehkan itu pemohon yang masuk dalam DPO. "Sedangkan saudara Maming itu pada saat mengajukam upaya praperadilan belum terdaftar masuk DPO. Sehingga, surat SEMA diatas tidak bisa di terapkan pada saudara MM," cetusnya.

Sebelumnya, ahli hukum pertambangan Ahmad Rezi dalam persidangan praperadilan Senin 25 Juli 2022, menyebutkan pengalihan IUP yang dilakukan pejabat tidak bisa dijatuhkan saksi pidana

Dia menjelaskan, tentang pengaturan perizinan sektor mineral dan batu bara di UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batu Bara serta UU Nomor 3 Tahun 2020, bahwa pemberian IUP diatur oleh pejabat yang berwenang, antara lain bupati, wali kota, gubernur, Atau menteri.

"Lalu bagaimana dengan terkait pemberian IUP dan peralihan. Pemberian IUP diatur di Pasal 36, 37, dan seterusnya, di situ diatur bahwa pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah bupati, wali kota, gubernur, atau menteri diberikan kewenangan untuk menerbitkan izin usaha pertambangan. Bupati dalam satu wilayah kabupaten/kota, gubernur untuk lintas kabupaten/kota, sedangkan menteri untuk lintas provinsi," kata Ahmad Rezi.

Dia menegaskan, bahwa pemberian IUP untuk usaha pertambangan, lalu diberikan izin kepada pemohon, dan pemohonnya bisa tiga, bisa bersifat perseroan, dan bisa juga korporasi atau perseorangan.

Karenanya, seorang kepala daerah bisa memberikan izin surat pertambangan apabila ada lahan kosong yang belum ada pemiliknya. Namun dengan catatan harus syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi.

"Jadi yang hari ini memang belum pernah ada, pemiliknya izin surat pertambangan kemudian oleh bupati atau wali kota atau gubernur nanti diberikan. Jadi sesuatu yang tadinya lahan kosong yang belum ada pemiliknya sama sekali kemudian diberikan kepada pemohon," urainya.

Lanjut Ahmad, setelah pemohon IUP itu menerima semua kelengkapan data, maka itu syarat untuk dipenuhi agar mendapatkan IUP tersebut. Di antaranya syarat administratif, teknis, dan syarat hukum maupun finansial.

"Jadi ada syaratnya mendapat IUP, ada syarat administratif, ada syarat-syarat teknis, syarat hukum dan finansial. Jadi memang sesuatu wilayah yang baru diterbitkan oleh bupati atau wali kota tentang IUP ini surat pertambangan," ungkap Ahmad.

Ahmad melanjutkan, pemberian dan peralihan IUP merupakan dua hal yang berbeda. Pemberian IUP disebutnya dilakukan jika lahan yang dimintakan izin belum pernah diberikan kepada pihak mana pun. Sedangkan untuk peralihan IUP, lahan yang dimintakan izin sebelumnya sudah dikelola.

"Seperti yang sudah saya sampaikan, tapi bahwa pemberian IUP dengan peralihan IUP itu berbeda. Jadi lahan itu atau pusat pertambangan itu belum pernah diberikan kepada pihak mana pun oleh pejabat, ini diberikan," tuturnya.

Namun, kata dia, setelah memenuhi persyaratan administratif, finansial, teknis, hukum, sedangkan peralihan IUP itu memang sesuatu yang sudah pernah ada dialihkan kepada PT B. 

"Jadi secara hukum diatur di UU 4 Tahun 2009, pemberian dan peralihan adalah suatu peristiwa dan perbuatan hukum yang berbeda sama sekali," ungkap dia.

Adapun sidang praperadilan yang diajukan Bendahara Umum PBNU Mardani Maming itu akan berakhir pada Rabu 27 Juli 2022 dengan agenda putusan oleh hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo sekitar pukul 13.00 WIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement