Selasa 26 Jul 2022 15:52 WIB

Ahli BPK Ungkap 'Kesepakatan Jahat' di Balik Kasus Asabri

Adanya 'kesepakatan jahat' yang menyebabkan PT Asabri menderita kerugian. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri, Benny Tjokrosaputro (kanan) mendengarkan keterangan saksi ahli saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Sidang Dirut PT Hanson International Tbk. tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri, Benny Tjokrosaputro (kanan) mendengarkan keterangan saksi ahli saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Sidang Dirut PT Hanson International Tbk. tersebut beragendakan mendengarkan keterangan tiga saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasbi mengungkapkan, hasil audit atas kasus korupsi PT Asabri yang merugikan negara Rp 22,7 triliun. Dia menyinggung, adanya 'kesepakatan jahat' yang menyebabkan PT Asabri menderita kerugian. 

Hal tersebut disampaikan Hasbi dalam sidang kasus dugaan korupsi PT Asabri dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (26/7). Dalam paparannya di hadapan majelis hakim, Hasbi mengungkapkan Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan dan Kepala Divisi Investasi PT Asabri diduga bersepakat dengan Lukman Purnomosidi/Danny Boestami, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan 13 Manajer Investasi.

"(Kesepakatan) untuk mengatur penempatan dana pada saham dan reksadana tanpa mempertimbangkan unsur kehati-hatian dan aspek likuiditas," kata Hasbi dalam sidang tersebut. 

Hasbi menemukan saham-saham yang dibeli dari pihak-pihak tersebut merupakan saham yang beresiko dan tidak likuid. "Sehingga mengalami penurunan harga dan pada akhirnya tidak memberikan keuntungan pada PT Asabri," lanjut Hasbi. 

Padahal, pedoman tata kelola perusahaan PT Asabri tahun 2012 antara lain mengatur tujuan pengelolaan dana untuk meningkatkan kesejahteraan para prajurit dan pensiunan TNI, anggota Polri dan PNS Dephan/Polri. Adapun kinerja perusahaan sebagai BUMN, lanjut Hasbi, seharusnya dapat dicapai diantaranya melalui pemilihan investasi yang mempertimbangkan likuiditas perusahaan dan menjaga keamanan harga perusahaan. 

"Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan menyetujui pembelian saham-saham milik Lukman Purnomosidi/ Danny Boestani, Edward Seky Soeryadjaya, Bety, Benny Tjokrosaputro, Rennier Latief dan Heru Hidayat tanpa menilai hasil analisis atas aspek fundamental dan teknikal. Dokumen analisis yang dibuat diduga hanya sebagai kelengkapan administrasi atas pembelian saham sesuai kesepakatan," ujar Hasbi. 

Selain itu, Hasbi memaparkan, Rennier Latief, Lukman Purnomosidi/Danny Boestami dan Edward Seky Soeryadjaya melalui Bety, Benny Tjokrosaputro bersama Jimmy Sutopo serta Heru Hidayat bersama Piter Rasiman diduga melakukan upaya pembentukan harga. Dalam hal ini menaikkan harga saham yang kemudian dijual kepada PT Asabri. 

"Heru Hidayat juga bekerjasama dengan PT Asabri melakukan upaya pembentukkan harga dalam hal ini menaikkan harga saham di akhir tahun 2017-2018 untuk membuat kinerja investasi PT Asabri seolah meningkat," ucap Hasbi. 

Kasus korupsi PT Asabri bermula dari kesalahan penempatan investasi pada dua instrumen investasi yakni saham dan reksadana yang dilakukan oleh manajemen lama perusahaan.

Diketahui, Bentjok belum dijatuhi tuntutan dalam kasus korupsi PT Asabri. Namun, dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam perkara korupsi PT Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,807 triliun. Bentjok diwajibkan membayar uang pengganti Rp 6 triliun. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement