Rabu 27 Jul 2022 00:05 WIB

Kalimantan Tengah Jalankan Intervensi Sensitif untuk Turunkan Stunting

Pemerintah pusat menargetkan angka kasus stunting nasional turun menjadi 14 persen

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Petugas menunjukkan pertumbuhan anak saat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemerintah pusat menargetkan angka kasus stunting nasional turun menjadi 14 persen pada 2024. Ilustrasi.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Petugas menunjukkan pertumbuhan anak saat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pemerintah pusat menargetkan angka kasus stunting nasional turun menjadi 14 persen pada 2024. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA - Menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia tahun 2021, Kalimantan Tengah sudah menurunkan angka kasus stunting pada anak dari 32,3 persen menjadi 27,4 persen pada 2020. Sedangkan pemerintah pusat menargetkan angka kasus stunting nasional bisa turun menjadi 14 persen pada 2024.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi Kalimantan Tengah menjalankan program intervensi sensitif untuk menurunkan angka kasus stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga badannya menjadi tengkes. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kalimantan Tengah Linae Victoria Aden menjelaskan program intervensi sensitif mencakup sejumlah kegiatan.

Baca Juga

Program tersebut terdiri atas kegiatan edukasi, pelayanan konseling, dan upaya perubahan perilaku yang berkaitan dengan pola pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan. "Kami masuk dalam intervensi sensitif. Yang kami lakukan adalah upaya mengubah perilaku. Kami memulai dari bagaimana setiap keluarga mengupayakan agar setiap anak yang lahir dari setiap pasangan diupayakan tidak stunting," katanya, Selasa (26/7/2022).

Dia menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi mulai dari masa pembuahan hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak dalam upaya pencegahan stunting. Guna memastikan pemenuhan kebutuhan gizi pada rentang waktu itu, setiap calon pasangan pengantin harus dibekali dengan pengetahuan mengenai gizi dan pola pengasuhan anak yang baik.

Dia juga menyampaikan peran penting pencegahan pernikahan pada usia dini dalam upaya penanggulangan stunting. "Kalau pasangan yang menikah di bawah umur atau pernikahan usia anak, maka stunting menjadi salah satu risiko. Sebab pernikahan usia anak berarti anak tersebut belum siap secara fisik dan psikis," kata Linea.

Karena itu, selain memberikan pendampingan kepada keluarga dan calon pengantin, pemerintah melakukan edukasi pada kaum remaja guna menekan risiko stunting. Pemerintah juga menggiatkan penyuluhan mengenai pemenuhan kebutuhan gizi calon ibu, ibu hamil, dan bayi serta menjalankan program pemberdayaan ekonomi keluarga guna mempercepat upaya penurunan angka kasus stunting.

"Karena jika rumah tangga tidak punya ketahanan di bidang ekonomi, maka bisa dibayangkan makanan yang disiapkan yang penting kenyang, sedangkan pemenuhan gizi mungkin belum terpikirkan," kata Linae.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement