Senin 25 Jul 2022 16:03 WIB

Tata Kelola Minyak Goreng, Pengusaha: Tiru Cara Pertamina Kelola BBM

Jangan dikasih ke swasta, swasta itu kalau ada cuan baru dia jalan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pedagang mengemas minyak curah di lapaknya di Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Para pengusaha mengusulkan agar tata kelola minyak goreng khusus untuk kepentingan kebijakan pemerintah dapat meniru model bisnis Pertamina yang mengurus Bahan Bakar Minyak (BBM).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pedagang mengemas minyak curah di lapaknya di Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Para pengusaha mengusulkan agar tata kelola minyak goreng khusus untuk kepentingan kebijakan pemerintah dapat meniru model bisnis Pertamina yang mengurus Bahan Bakar Minyak (BBM).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha mengusulkan agar tata kelola minyak goreng khusus untuk kepentingan kebijakan pemerintah dapat meniru model bisnis Pertamina yang mengurus Bahan Bakar Minyak (BBM). Tata kelola yang terintegrasi dari hulu ke hilir akan lebih memudahkan pemerintah untuk melakukan intervensi harga ketika tengah terjadi kenaikan.

Saran itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga dalam sebuah dialog virtual di Jakarta, Senin (25/7/2022).

Baca Juga

"Jadi, distribusi minyak goreng dilakukan dengan model Pertamina, dari hulu ke hilir. Pemerintah bisa siapkan Bulog dan ID Food," kata Sahat.

Sahat menuturkan, berdasarkan perhitungannya, kemungkinan modal kerja yang dibutuhkan Bulog dan ID Food untuk bisa mengelola minyak goreng dari hulu ke hilir sekitar Rp 4,6 triliun. Namun, pemerintah tak perlu ambil pusing soal sumber dana.

Sebab, pemerintah bisa menggunakan dana kelolaan pungutan ekspor sawit yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Soal kemampuan distribusi, ia pun tak meragukan kemampuan Bulog dan ID Food karena telah memiliki jaringan hingga ke 34 provinsi.

Model tata kelola minyak goreng itu dinilainya bisa menjadi solusi bagi pemerintah yang telah berupaya meratakan distribusi minyak goreng curah maupun kemasan sederhana seharga Rp 14 ribu per liter kepada masyarakat.

Program tersebut dinilai Sahat berat untuk dijalankan, karena harga jual minyak goreng itu pun di bawah harga pasar saat ini. Namun, kebijakan itu bisa diterapkan karena pemerintah menerapkan kewajiban domestic market obligation (DMO) sekaligus domestic price obligation (DPO) sehingga pasokan dan harga rendah untuk dalam negeri tersedia.

"Jangan dikasih ke swasta, swasta itu kalau ada cuan baru dia jalan, tidak ada cuan dia diam saja. Kasihkan tanggung jawab itu ke Bulog dan ID Food," ujarnya.

Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Maruli Gultom, menambahkan, pemerintah pun bisa mengandalkan Holding Perkebunan Nusantara (PTPN). PTPN saat ini tercatat memiliki perkebunan sawit sekitar 300 ribu hektare (ha).

Menurutnya, dengan area seluas itu, kebutuhan dalam negeri untuk minyak goreng pun bisa dikendalikan oleh PTPN. "Kenapa sih kita harus jauh belok sana belok sini? Cukup tiru saja seperti Pertamina, beres. Seluruh produksi CPO PTPN diproses jadi minyak goreng, ya selesai," kata Maruli.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement