Senin 25 Jul 2022 16:15 WIB

Uni Eropa Setujui Penggunaan Vaksin Imvanex untuk Cegah Cacar Monyet

Komisi Eropa telah menyetujui penggunaan vaksin Imvanex untuk cegah cacar monyet

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Cacar monyet atau monkeypox. Ilustrasi
Foto: Pixabay
Cacar monyet atau monkeypox. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN – Komisi Eropa telah menyetujui penggunaan vaksin Imvanex buatan perusahaan bioteknologi asal Denmark, Bavarian Nordic, untuk vaksinasi dalam rangka pencegahan penyebaran monkeypox atau cacar monyet di Benua Biru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, risiko penyebaran penyakit tersebut tinggi di Eropa.

Kabar tentang persetujuan itu diumumkan Bavarian Nordic, Senin (25/7/2022). Mereka mengungkapkan, persetujuan itu berlaku di semua negara anggota Uni Eropa serta di Islandia, Liechtenstein, dan Norwegia. “Ketersediaan vaksin yang disetujui dapat secara signifikan meningkatkan kesiapan negara-negara untuk memerangi penyakit yang muncul, tetapi hanya melalui investasi dan perencanaan terstruktur dari kesiapan biologis,” kata Kepala Eksekutif Bavarian Nordic Paul Chaplin.

Baca Juga

Sebelumnya Uni Eropa hanya menyetujui vaksin Bavarian untuk mengobati cacar. Namun pekan lalu, European Medicines Agency (EMA) merekomendasikan vaksin tersebut untuk penanganan wabah cacar monyet di Benua Biru. Amerika Serikat (AS) dan Kanada sudah terlebih dulu memberi persetujuan serupa.

WHO telah menetapkan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada Sabtu (23/7/2022) lalu. WHO sudah mengonfirmasi setidaknya 16 ribu kasus penyakit tersebut di lebih dari 75 negara. “Meskipun saya menyatakan PHEIC, untuk saat ini wabah (cacar monyet) terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Dia menjelaskan, kendati dinyatakan sebagai PHEIC, risiko wabah cacar monyet moderat secara global, kecuali di Eropa. Ghebreyesus mengungkapkan, risiko penyebaran atau penularan penyakit tersebut tinggi di Benua Biru.

Penetapan PHEIC dirancang untuk memicu respons internasional yang terkoordinasi. Dengan status tersebut, pendanaan untuk berkolaborasi dalam berbagi vaksin dan perawatan dapat dibuka. Para pakar kesehatan menyambut keputusan WHO menetapkan cacar monyet sebagai PHEIC.

WHO telah memutuskan menghapus perbedaan antara negara endemik dan non-endemik dalam kasus cacar monyet. Hal itu guna mengintegralkan respons terhadap penyebaran penyakit tersebut. “Kami menghapus perbedaan antara negara-negara endemik dan non-endemik, melaporkan negara-negara bersama jika memungkinkan, untuk mencerminkan tanggapan terpadu yang diperlukan,” kata WHO dalam pembaruan situasi wabah cacar monyet tertanggal 17 Juni.

Sebelumnya cacar monyet hanya dianggap endemik di Afrika.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement