Senin 25 Jul 2022 14:18 WIB

Gedung Putih Yakin AS Bisa Atasi Wabah Cacar Monyet

Pemerintah AS sudah ambil tindakan cepat dalam merespons penyebaran cacar monyet.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet. Belgia menerapkan aturan karantina 21 hari untuk penderita cacar monyet.
Foto: Cynthia S. Goldsmith, Russell Regner/CDC via
Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet. Belgia menerapkan aturan karantina 21 hari untuk penderita cacar monyet.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Koordinator respons Covid-19 di Gedung Putih, dokter Ashish Jha, mengatakan, pihaknya yakin otoritas di Amerika Serikat (AS) dapat mengatasi dan menghentikan penyebaran monkeypox atau cacar monyet. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan penyakit tersebut sebagai darurat kesehatan global.

“Saya pikir cacar monyet dapat diatasi, tentu saja,” kata Jha saat menghadiri acara bincang “Face the Nation” yang disiarkan CBS News, Ahad (24/7/2022).

Baca Juga

Menurut Jha, pemerintah sudah mengambil tindakan cepat dalam merespons penyebaran cacar monyet. Dia membantah tudingan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden hanya bersikap datar ketika kasus pertama penyakit tersebut terdeteksi di sana lebih dari dua bulan lalu. Sejauh ini Negeri Paman Sam sudah melaporkan hampir 2.600 kasus cacar monyet yang tersebar di beberapa negara bagian. 

Jha menjelaskan, pemerintah telah melakukan peningkatan respons yang substansial. Salah satunya yakni pembelian 800 ribu dosis vaksin dari Denmark ketika stok vaksin cacar monyet terbatas. “Rencananya adalah menghilangkan virus ini dari AS. Saya pikir kita bisa melakukan itu,” ucapnya.

Dia mengakui bahwa saat ini cacar monyet lebih banyak menyebar di kalangan homoseksual. Namun Jha mengingatkan, terdapat kelompok lain yang turut berisiko. “Terutama mereka yang melakukan kontak pribadi dekat dengan orang yang terinfeksi,” ujar Jha.

WHO telah menetapkan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada Sabtu (23/7/2022) lalu. WHO sudah mengonfirmasi setidaknya 16 ribu kasus penyakit tersebut di lebih dari 75 negara. “Meskipun saya menyatakan PHEIC, untuk saat ini wabah (cacar monyet) terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Dia menjelaskan, kendati dinyatakan sebagai PHEIC, risiko wabah cacar monyet moderat secara global, kecuali di Eropa. Ghebreyesus mengungkapkan, risiko penyebaran atau penularan penyakit tersebut tinggi di Benua Biru.

Penetapan PHEIC dirancang untuk memicu respons internasional yang terkoordinasi. Dengan status tersebut, pendanaan untuk berkolaborasi dalam berbagi vaksin dan perawatan dapat dibuka. Para pakar kesehatan menyambut keputusan WHO menetapkan cacar monyet sebagai PHEIC.

WHO telah memutuskan menghapus perbedaan antara negara endemik dan non-endemik dalam kasus cacar monyet. Hal itu guna mengintegralkan respons terhadap penyebaran penyakit tersebut. “Kami menghapus perbedaan antara negara-negara endemik dan non-endemik, melaporkan negara-negara bersama jika memungkinkan, untuk mencerminkan tanggapan terpadu yang diperlukan,” kata WHO dalam pembaruan situasi wabah cacar monyet tertanggal 17 Juni.

Sebelumnya cacar monyet hanya dianggap endemik di Afrika. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement