Ahad 24 Jul 2022 17:25 WIB

Peneliti Buat Inovasi Baru Cegah Penyebaran DBD

Inovasi membuat nyamuk Aedes aegypti tidak menularkan DBD.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Dwi Murdaningsih
Nyamuk Aedes Aegepty, penyebab virus zika.
Foto: Daniel Becerril / Reuters
Nyamuk Aedes Aegepty, penyebab virus zika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan serius di beberapa tempat di Indonesia. Selama pandemi, jumlah penderita DBD dilaporkan terus meningkat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri ditengah upaya pengendalian pandemi COVID-19.

 

Baca Juga

Guna menekan ancaman penyebaran dan penularan DBD, The World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang dijalankan oleh Prof. Adi Utarini melakukan penelitian terkait pengendalian virus dengue dengan menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang telah berbakteri Wolbachia.

 

 

“Saya kesini mau belajar bagaimana menurunkan prevalensi dengue dengan cara mengontrol nyamuknya bukan menghilangkan, tapi membuat nyamuknya tidak menularkan virus lagi. Caranya dengan memasukkan bakteri Wolbachia ke dalam nyamuk tersebut. Sehingga kalo nyamuknya mengigit tidak akan Menular,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin saat meninjau Laboratorium Etomologi WMP Yogyakarta, Jumat (22/7/2022).

 

Peneliti yang kerap disapa Prof. Uut ini menjelaskan bahwa Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami diserangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti. Bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue, sehingga apabila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.

 

Uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, rencananya akan terus diperluas. Monitoring dilakukan oleh perawat dan peneliti untuk melihat efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penyebaran virus dengue.

 

Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen. Intervensi ini, lanjut Prof. Uut, jauh lebih efektif dibandingkan pemberian vaksin dengue. Dari segi pembiayaan juga diklaim lebih murah.

 

“Penelitian WMP Yogyakarta, sudah menghasilkan bukti bahwa di wilayah yang kita sebari nyamuk angka denguenya menurun 77,1 persen dan angka hospitalization karena dengue berkurang 86,1 persen. Intervensi ini efektivitasnya lebih bagus daripada vaksin dengue,” ujar Prof. Uut.

 

Selain efisien dan efektif, ia memastikan Wolbachia aman, gigitannya tidak akan berdampak terhadap kesehatan manusia.

 

Lebih lanjut Prof. Uut berharap inovasi teknologi Wolbachia bisa diadaptasi sebagai program nasional dalam kerangka menurunkan penyebaran dengue di Indonesia.

 

“Jadi ini merupakan salah satu inovasi yang harapannya bisa menguatkan program pengendalian dengue di Indonesia agar masyarakat bisa terhindar dari dengue,” ujar Prof. Uut.

 

Prof. Uut menambahkan, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement