Jumat 22 Jul 2022 10:31 WIB

AS: Israel tak Melakukan Upaya Proaktif untuk Atasi Perdagangan Manusia

Israel tidak menyelidiki laporan tentang dugaan korban perbudakan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Tentara Israel mengambil posisi selama sesi pelatihan simulasi perang kota di pangkalan militer Zeelim, Israel selatan, 4 Januari 2022. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa, Israel tidak melakukan upaya yang cukup untuk memerangi perdagangan manusia.
Foto: AP/Oded Balilty
Tentara Israel mengambil posisi selama sesi pelatihan simulasi perang kota di pangkalan militer Zeelim, Israel selatan, 4 Januari 2022. Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa, Israel tidak melakukan upaya yang cukup untuk memerangi perdagangan manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa, Israel tidak melakukan upaya yang cukup untuk memerangi perdagangan manusia. Israel juga tidak memenuhi standar minimum untuk menghilangkan fenomena ini.

Laporan itu dikeluarkan pada Selasa (19/7/2022) setelah para pejabat memantau masalah perdagangan manusia sepanjang 2021, dan mengkritik Israel untuk tahun kedua. Menurut laporan tersebut, Israel tidak memiliki upaya yang memadai untuk menuntut agen yang dicurigai melakukan perdagangan atau perbudakan.

Baca Juga

"Kurangnya kebijakan proaktif di Israel untuk mengidentifikasi korban dan penjahat," ujar isi laporan tersebut, dilansir Middle East Monitor, Jumat (22/7/2022).

Departemen Luar Negeri mengatakan, pemerintah Israel tidak menyelidiki laporan tentang dugaan korban perbudakan yang diterima dari kelompok hak asasi manusia. Israel juga tidak melakukan upaya yang memadai untuk menyelidiki majikan pekerja migran yang dicurigai melakukan perdagangan manusia atau menahan korban kerja paksa.

Pemerintah Israel telah menerima 58 rujukan korban dari LSM dan sumber-sumber pemerintah pada 2021. Dari 58 rujukan, pemerintah memberikan status korban perdagangan orang secara resmi terhadap 51 orang. Sebanyak 17 dari 58 korban adalah korban perdagangan seksual, dan 34 korban kerja paksa.

Laporan AS menunjukkan, unit anti-perdagangan manusia polisi Israel hanya menugaskan satu petugas tambahan. Oleh karena itu, unit tersebut mengalami kekurangan staf selama enam tahun berturut-turut sehingga menghambat efisiensi prosedur identifikasi korban dan rujukan korban ke layanan perlindungan.

Unit antiperdagangan manusia adalah satu-satunya badan resmi di Israel yang berwenang untuk memberikan pengakuan kepada para korban perdagangan manusia. Rekomendasi Departemen Luar Negeri untuk Israel antara lain mempercepat proses untuk mengidentifikasi dan merujuk korban perdagangan manusia ke fasilitas perawatan yang tepat secara proaktif. Termasuk memberikan wewenang kepada lebih banyak pejabat pemerintah di seluruh negeri untuk mengidentifikasi korban. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement