Kamis 21 Jul 2022 18:40 WIB

Jabar Ditunjuk Jadi Piloting Integrasi Data dengan Ditjen Pajak

Kerja sama Integrasi Data ini bukan hanya berkontribusi pada Reformasi Perpajakan

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Jabar, Dr Dedi Taufik Kurohman ketika menerima penghargaan dari  Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Pajak, Selasa (19/7/2022) lalu dalam momen Peringatan Hari Pajak Nasional.
Foto: istimewa
Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Jabar, Dr Dedi Taufik Kurohman ketika menerima penghargaan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Pajak, Selasa (19/7/2022) lalu dalam momen Peringatan Hari Pajak Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Pemprov Jawa Barat termasuk salah satu yang ditunjuk sebagai piloting dalam hal melaksanakan integrasi data dengan Ditjen Pajak (DJP). Yakni, melakukan integrasi data secara host-to-host.

"Salah satu jenis data yang dipertukarkan antara Bapenda Jawa Barat dan DJP adalah data kepemilikan kendaraan bermotor. Integrasi data ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak pusat dan pajak daerah," ujar Kepala Badan Pendapatan (Bapenda) Jabar, Dr Dedi Taufik Kurohman, Kamis (21/7/2022).

Baca Juga

"Kerjasama Bapenda Jabar dalam Integrasi Data Kepemilikan Jendaraan dengan Data Pajak Penghasilan di Dirjen Pajak menjadi tolok ukur kontribusi Reformasi Perpajakan yang tengah dijalankan," imbuhnya.

Kerja sama Integrasi Data ini bukan hanya berkontribusi pada Reformasi Perpajakan Nasional. Tapi juga diharapkan mampu meningkatkan Penerimaan Pendapatan Pajak Jawa Barat. 

Pemprov Jabar, kata dia, mendapat penghargaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI berkaitan dengan Reformasi perpajakan nasional. 

Penghargaan tersebut, diterima langsung oleh Kepala Bapenda Jabar,  dari Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Pajak, Selasa (19/7/2022) lalu dalam momen Peringatan Hari Pajak Nasional.  "Alhamdulillah kami menerima apresiasi dari bu Menteri Keuangan, Sri Mulyani atas dukungan terbaik dalam Reformasi Perpajakan Nasional," katanya.

Sementara menurut Sri Mulyani menilai negara yang merdeka harus memiliki landasan pajak yang baik, oleh karenanya diperlukan reformasi di bidang perpajakan. Termasuk didalamnya perubahan dari sisi legislasi dan undang-undang (UU). 

Salah satu upaya pemerintah, kata dia, adalah berupa pengintegrasian data melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). “Kita membuat waktu itu Perppu menjadi Automatic Exchange of Information (AEOI). Pajak Diberikan power untuk bisa mengakses informasi. Kita kemudian juga mengikuti Internasional Tax Agreement untuk menghindari best erotion profit shifting. Itu semuanya kita lakukan untuk memperkuat APBN, setelah dua tahun terkena pandemi dan ini menimbulkan dampak yang besar,” paparnya.

Menurutnya, pemenuhan penerimaan pajak di Indonesia masih sangat dibutuhkan untuk pengembangan di banyak sektor. Di antaranya, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kebutuhan memperbaiki TNI-Polri, birokrasi.

Selain itu, reformasi perpajakan dari sisi perbaikan kepatuhan internal dan membangun sistem IT (Information and Technology)  di sisi perpajakan menjadi sangat penting untuk meminilmalisir “fraud”. "Ini semuanya akan membutuhkan dana. Kemarin menghadapi pandemi uangnya nggak datang dengan sendirinya, harus dikoleksi melalui pajak,” katanya.

Menkeu menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada seluruh stakeholder yang terus mendukung dalam membangun perpajakan di Indonesia. “Kita nggak mungkin terus membangun perpajakan di Indonesia yang baik tanpa dukungan dari para stakeholders. Jadi kami berterima kasih semuanya memberi kontribusi yang luar biasa penting bagi kami," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement