Kamis 21 Jul 2022 07:53 WIB

IPW Apresiasi Kapolri Terkait Pencopotan Karo Paminal dan Kapolres Metro Jaksel

Pencopotan dilakukan terkait dengan kasus adu tembak polisi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi keputusan Kapolri Jenderal menonaktifkan Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto. Pencopotan itu dilakukan terkait kasus adu tembak polisi yang Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat. 

Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan, dengan pencopotan tersebut saatnya penanggung jawab tim khusus polisi tembak polisi, Komjen Gatot Eddy Pramono, harus memeriksa semua anggota Propam Polri. Tak hanya itu, Gatot yang juga Wakapolri, sekaligus pejabat sementara Kadiv Propam Polri juga wajib memeriksa anggota Polres Jakarta Selatan yang terlibat dalam penanganan kasus tersebut.

Baca Juga

"Hal ini dilakukan, bila Tim Khusus Internal Polri mengikuti arahan Presiden Jokowi yang menyatakan kasusnya harus dituntaskan, jangan ditutupi, terbuka dan jangan sampai ada keraguan dari masyarakat," ujar Tegug dalam keterangannya, Kamis (21/7/2022).

Sehingga untuk tidak menutupi kasus dan menghilangkan keraguan dari masyarakat itu, kata Sugeng, sudah menjadi kewajiban Tim Khusus untuk menelusuri adanya campur tangan dan perintah-perintah dari anggota Polri baik di Satker Divisi Propam dan Polres Jakarta Selatan. Penelusuran keterkaitan adanya anggota Polri dalam penanganan kasus ini juga perlu dilakukan oleh Kompolnas dan Komnas HAM yang sudah mendapatkan bahan dari masyarakat. 

"Seperti diketahui, laporan pertama yang muncul, sesuai keterangan Karopenmas Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan adalah setelah mengetahui kejadian, Irjen Ferdy Sambo melaporkan peristiwa ke Kapolres Jakarta Selatan pada Jumat 8 Juli 2022," kata Sugeng.

Sugeng mengatakan, dengan mencuatnya kejadian di rumah Irjen Ferdy Sambo, maka Kapolres Metro Jakarta Selatan dan anggota di Divisi Propam Polri turut serta berada di tempat kejadian perkara (TKP). Bahkan keterlibatan anggota Propam Polri sampai mengantar jenazah ke rumah duka di Jambi. 

"Termasuk adanya campur tangan saat adik kandung almarhum Brigpol Yosua dipaksa menandatangani hasil otopsi," ungkap Sugeng. 

Selain itu, menurut Sugeng, dalam kasus ini semua tersangkut dengan Divisi Propam Polri. Brigpol Yosua yang tewas ditembak adalah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang menjabat Kadiv Propam Polri. Penembaknya Bharada E juga ajudan Irjen Ferdy Sambo dan kejadiannya juga di rumah Irjen Ferdy Sambo yang merupakan Pejabat Utama Mabes Polri di Duren Tiga, Jakarta. 

"Sehingga, segala urusan mengenai kejadian tersebut menjadi tanggungjawab satkernya yakni Propam Polri. Hal itu terlihat jelas dalam pengantaran jenazah ke rumah duka dilakukan oleh Propam Polri," ucap Sugeng.

Dengan begitu, Sugeng menilai, sangat wajar kalau Tim Khusus memeriksa semua anggota Polres Metro Jakarta Selatan dan anggota Propam Polri yang terlibat dalam penanganan kematian Brigpol Yosua yang telah menjadi perhatian publik. Karena kejanggalan dalam penanganan kasus polisi tembak polisi itu muncul ketika jenazah yang tiba di rumah duka di Jambi, tidak boleh dibuka oleh keluarga. 

"Kemudian, pihak kuasa hukum keluarga menyatakan bahwa adik almarhum dilarang komandannya untuk melihat proses otopsi. Bahkan, adiknya dipaksa untuk tanda tangan hasil otopsi," keluh Sugeng.

Karenanya, Sugeng mengatakan, oknum-oknum yang melampaui kewenangannya tersebut harus diberikan sanksi oleh Tim Khusus Internal Polri. Tentunya sesuai transparansi berkeadilan dalam Polri Presisi yang dicanangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit. "Kemudian dilakukan sidang disiplin dan sidang etik untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegas Sugeng. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement